Selasa 11 Aug 2015 08:37 WIB

Jika tak Basmi Kartel, Kestabilan Harga Pangan takkan Terwujud

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pedagang daging sapi tertidur los pedagang daging sapi di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Ahad (9/8).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Pedagang daging sapi tertidur los pedagang daging sapi di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Ahad (9/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahalnya harga daging sapi saat ini bisa jadi dipicu oleh aspek kelembagaan (adanya kartel) atau masalah distribusi. Berdasarkan riset yang pernah dilakukan ekonom dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang Prof FX Sugiyanto, kartel tidak mudah diatasi dalam jangka pendek.

"Karena terjadi mulai dari peternak, pedagang, pemotong, dan seterusnya. Rantainya sangat panjang. Ini yang perlu dibenahi," ujarnya saat dihubungi ROL, Senin (10/8) malam.

Kartel merugikan petani atau peternak dan konsumen. Pasalnya saat harga daging sapi tinggi, yang diuntungkan bukan peternak melainkan pedagang besar. Untuk itu, kementerian yang terkait masalah ini harus bekerja sama mengatur dan mengatasinya.

Jika pemerintah tidak mampu membasmi kartel, maka niscaya kestabilan harga pangan akan sulit terwujud. Struktur pasar komoditas pertanian pun menjadi tidak sehat. "Kalau tidak dibenahi, maka stabilisasi harga pangan sulit tercapai dan masyarakat yang akan jadi korbannya," ucap FX.

Upaya nyata pemerintah dalam memberantas praktik kartel pangan sangat ditunggu masyarakat. Pasalnya selama ini data perusahaan yang melakukan praktik curang tersebut sudah banyak dilaporkan.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement