REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerima permintaan direksi BPJS Kesehatan untuk islah. Direktur Komuniskasi dan humas BPJS, Irfan Hamidi mengkonfirmasikan pertemuan itu akan dilangsungkan di kantor OJK, Selasa (4/8) pukul 10.00 WIB. Bahkan OJK, kata dia, siap menjadi penengah pembicaraan tentang polemik kesyariahan BPJS.
"Kita akan bertemu besok dengan MUI jam 10.00 di OJK. Bahkan OJK juga mau menjadi penengah pembicaraan kita,"sebut Irfan Hamidi kepada Republika, Senin (3/8)
Sementara itu, Irfan Hamidi tetap angkat suara tentang sistem syariah BPJS. Ia mengatakan BPJS sudah sesuai dengan aturan terutama tentang permasalahan jumlah klaim yang dibayarkan kepada peserta BPJS saat sakit.
BPJS kata dia sudah menjelaskan tentang jumlah klaim yang dibayarkan dan jenis pelayanan di setiap rumah sakit sesuai dengan tipenya. Hal itu bahkan sudah dituangkan dalam perundang-undangan yang berlaku. Seperti undang-undang nomor 40 tahun 2004, uu nomor 24 tahun 2011 dan perpres tentang jaminan kesehatan. Bahkan juga disebutkan dalam diagnosa kesehatan pada peraturan kesehatan nomor 9 tahun 2014.
Sedangkan untuk jumlah klaim yang dibayarkan kepada peserta BPJS juga sudah diumumkan lewat hasil audit. Dalam hasil audit itu juga sudah dirilis berapa yang dana yang didapatkan BPJS dan berapa yang dikeluarkan untuk peserta.
"Jadi saya bukannya mempermasalahkan masukan MUI. Semuanya sudah tertuang dalam undang-undang dan sudah diaudit," kata dia.
Salah satu yang dipermasalahkan MUI adalah jumlah klaim yang dibayarkan BPJS ke peserta saat sakit masih belum jelas. Jumlah premi yang dibayarkan peserta ternyata tidak sesuai dengan jumlah yang diterima.
Peserta BPJS terkadang mendapatkan klaim yang besar, kecil dan tidak sama sekali. Sehingga ketidakjelasan itu dinilai MUI mengandung unsur judi.