REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan berdasarkan Bloomberg Dollar Index, Jumat (31/7) berada di level Rp 13.539 per dolar AS. Rupiah melemah 0,60 persen atau 80 poin dibandingkan penutupan Kamis (30/7) sebesar Rp 13.458 per dolar AS. Pada perdagangan Selasa, rupiah dibuka di level Rp 13.476 per dolar AS.
Sedangkan menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, kurs tengah rupiah berada di level Rp 13.481 per dolar AS pada Jumat. Rupiah melemah 13 poin dibandingkan kurs tengah pada Kamis sebesar Rp 13.468 per dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, kondisi nilai tukar rupiah saat ini dipengaruhi perkembangan dari dunia. Menurutnya, melihat perkembangan kurs rupiah harus membandingkan Indonesia dengan negara-negara emerging dunia seperti Brasil, Rusia, Turki dan Afrika Selatan, serta negara-negara emerging regional seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Agus menyebutkan, secara month to date rupiah terdepresiasi di kisaran 1 persen. Sedangkan mata uang global emerging market, seperti Brasil dan Turki semua terdepresiasi di kisaran 2-3 persen month to date. Sementara secara year to date (ytd) rupiah terdepresiasi di kisaran 8 persen. Mata uang negara emerging seperti Brazil terdepresiasi 25 persen (ytd), Turki 18 persen (ytd), dan Afrika Selatan di kisaran 8 persen (ytd).
"Kondisi sekarang kalaupun sedikit lemah utamanya paling tidak adanya kemungkinan fed fun rate meningkat dan itu sudah akan terjadi," kata Agus di gedung Bank Indonesia Jakarta, Jumat (31/7).
Hal itu terlihat dari FOMC meeting dimana ekonomi AS mengalami perbaikan pada kuartal kedua tumbuh 2,3 persen sedikit lebih rendah dari proyeksi. Selain itu, secara umum ada perbaikan di employment. Kondisi AS yang membaik, membuat orang menduga fed fund rate akan meningkat.
Sedangkan dari sisi domestik, di dalam negeri masuk akhir bulan biasanya permintaan dolar tinggi karena kewajiban bayar utang. Kondisi itu membuat rupiah ada sedikit tekanan. Dia menegaskan, secara umum Bank Indonesia akan selalu ada di pasar untuk menjaga supaya volatilitas dalam batas yang sehat.
Agus menambahkan, Bank Indonesia melihat fed fun rate masih dikaji akan meningkat pada September atau dua kali pada September dan Desember. Bank Indonesia juga melihat perbaikan ekonomi AS konsisten. AS selalu bilang kenaikan fed fund rate akan tegantung data. Sehingga, ketidakpastian masih tinggi di tingkat global.
"Untuk hal itu tentu kita harus jaga-jaga dengan ketidakpastian di luar negeri, jadi untuk secara umum stand rupiah moneter kurang lebih akan sama. Akan kita jaga seperti sekarang ini," imbuhnya.