Rabu 29 Jul 2015 20:12 WIB

DPR: MUI tak Mengharamkan BPJS Kesehatan

Rep: C32/ Red: Ilham
Gedung MUI
Foto: Tahta/Republika
Gedung MUI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani menyatakan, polemik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan perlu diluruskan. Menurutnya, yang diharamkan bukan BPJS-nya, namun pungutan denda di dalamnya.

“MUI tidak mengharamkan BPJS-nya, tetapi yang dianggap haram oleh MUI adalah pungutan denda sebesar 3 persen atas keterlambatan anggota membayar iuran,” kata Irma dalam pernyataan tertulisnya yang diterima ROL, Rabu (29/7).

Selain itu, permasalahan akad dalam pemungutan denda juga dipersoalkan. Irma menjelaskan, mengenai akad antar pihak dan pungutan denda keterlambatan itulah yang dianggap riba oleh MUI.

Terkait dengan fatwa haram tersebut, Irma berpendapat bisa dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah dan MUI secara bersama-sama. “In sha Allah, polemik tersebut bisa dicarikan solusi oleh Pemerintah dan MUI secara bersama-sama,” ungkap Irma yang juga sebagai politisi NasDem.

Sebelumnya, muncul informasi bahwa MUI menilai sistem BPJS Kesehatan tak sesuai syariah. Keputusan tersebut diambil dalam Ijtima atau pertemuan Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-5 yang digelar di Tegal beberapa waktu yang lalu.

Adanya keputusan tersebut membuat MUI melalui Dewan Syariah Nasional meminta pemerintah untuk melakukan upaya tertentu. Pemerintah harus membuat produk asuransi kesehatan lain yang berbasis syariah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement