REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, Indonesia harus mempercepat penandatanganan free trade agreement (FTA) dengan Uni Eropa. Hal ini bertujuan untuk memperluas dan meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
"Kita harus mewaspadai Malaysia dan Vietnam yang sudah hampir melakukan penandatanganan FTA dengan Uni Eropa," kata Sigit di Jakarta, Jumat (24/7). Sigit mengatakan, apabila Malaysia dan Vietnam sudah lebih dulu melakukan FTA dengan Uni Eropa maka Indonesia bisa kalah bersaing.
Alasannya bea masuk yang didapatkan oleh kedua negara tersebut sebesar nol persen, sedangkan Indonesia masih dikenai bea masuk sekitar tujuh persen. Apalagi, dengan krisis yang terjadi di Eropa berdampak signifikan pada penurunan ekspor yang mencapai empat persen.
"Makanya kita harus melakukan FTA dengan Uni Eropa agar bisa bersaing dengan negara lain sehingga ekspor kita tida turun," kata Sigit.
Sigit menjelaskan, pembahasan FTA dengan Uni Eropa saat ini masih dalam tahap scooping paper atau membahas ruang lingkup apa saja yang akan dinegosiasikan. Menurut Sigit, Indonesia memang terbilang agak lambat dalam menyusun draft negosiasi FTA dengan Uni Eropa dibandingkan Malaysia dan Vietnam.
Pembahasan scooping paper antara pemerintah Indonesia dengan delegasi Uni Eropa akan dilakukan pada September 2015 mendatang di Bali dan akan dipimpin oleh Kementerian Perdagangan. "Kita masih terus negosiasi, karena kalau kita pengen dapet bea masuk nol persen di Uni Eropa maka mereka juga menginginkan sesuatu disini, sehingga harus dihitung cost and benefit-nya," kata Sigit.
Menurut Sigit, apabila FTA dengan Uni Eropa bisa tercapai maka akan menambah akses pasar ekspor Indonesia. Selain itu, urgensi FTA dengan Uni Eropa tersebut yakni untuk mengamankan pasar ekspor Indonesia. Apalagi, krisis di Eropa berdampak terhadap penurunan ekspor Indonesia yang mencapai empat persen.