REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang rupiah kini sudah tembus Rp 13.400 per dolar AS. Kondisi itu dianggap memprihatinkan, sebab menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga level dan stabilitas rupiah.
Pengamat Pasar Uang Farial Anwar menyatakan, saat ini tak ada alasan yang dapat membenarkan lemahnya kurs rupiah. "Tentu nggak ada alasan kebenaran, seperti sesuai fundamental ekonomi atau nilai rupiah bagus untuk ekspor kita. Menurut saya alasan-alasan itu sudah nggak benar," jelasnya, kepada Republika, Kamis, (23/7).
Ia menambahkan bila rupiah sampai menembus Rp 13.500 per dolar AS, maka akan terjadi kepanikan. Di pasar valuta asing (valas), rupiah pun tak akan dipercaya lagi, karena nilainya terus merosot.
Utang valas juga dipastikan semakin membengkak, lalu menyebabkan kredit bermasalah (NPL) meningkat. "Hal itu karena sebagian besar utang valuta asing kita tidak di-hedging (lindung nilai), sehingga terbuka posisinya, kalau waktu itu Rp 11 ribu per dolar AS, sekarang mereka harus mengembalikan Rp 13.400 per dolar AS," tutur Farial.
Ia menyebutkan, hampir 75 persen utang valas Indonesia tak dih-edging sehingga berpotensi menjadi kredit macet. Dengan begitu, pendapatan pajak bisa habis hanya untuk membayar valas.