Jumat 17 Jul 2015 18:44 WIB

RI tak Perlu Berhutang bila Zakat dan Wakaf Optimal

Umat Islam menunaikan kewajiban membayar zakat di  Masjid Istilal, Jakarta Pusat, Kamis (9/7). (foto : MgROL_46)
Umat Islam menunaikan kewajiban membayar zakat di Masjid Istilal, Jakarta Pusat, Kamis (9/7). (foto : MgROL_46)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pakar ekonomi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Euis Amalia mengatakan Indonesia tidak akan perlu utang ke lembaga internasional atau negara lain bila potensi zakat dan wakaf bisa dioptimalkan.

"Bila potensi wakaf bisa dioptimalkan, negara bisa meminjam tanpa bunga. Contoh yang sudah terjadi adalah pemerintah Mesir yang meminjam dana wakaf Universitas Al Azhar," kata Euis Amalia kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Jakarta itu mengatakan wakaf tidak harus berupa tanah atau aset tertentu. Wakaf juga bisa berupa uang tunai, deposito bahkan saham.

Karena itu, harta yang diwakafkan bisa saja berupa aset produktif yang dikelola secara produktif sehingga lebih bermanfaat bagi umat, masyarakat, bangsa dan negara.

"Zakat juga bisa dikelola sebagai sesuatu yang produktif. Selama ini zakat kan lebih banyak disalurkan kepada delapan ashnaf mustahiq atau golongan yang berhak menerima zakat untuk sesuatu yang bersifat konsumtif karikatif," tuturnya.

Euis mengatakan zakat fitrah yang berupa bahan makanan pokok seperti beras memang hanya bisa dibagikan kepada mustahiq untuk dikonsumsi.

Namun, jenis-jenis zakat lain, seperti zakat maal atau zakat penghasilan, bisa saja diberikan kepada mustahiq untuk kegiatan produktif, misalnya modal usaha.

"Daripada diberikan untuk kegiatan konsumsi, lebih baik diberikan sebagai umpan untuk berusaha atau kegiatan produktif lainnya. Dengan begitu, yang tadinya mustahiq, bisa naik tingkat menjadi muzakki atau wajib zakat," katanya.

Euis mengatakan hal itu bisa diwujudkan bila potensi zakat bisa dioptimalkan dan dikelola oleh lembaga amil zakat yang profesional dan kompeten. Lembaga amil harus menyeleksi mustahiq yang bisa disalurkan zakat untuk kegiatan produktif.

Menurut Euis, ada beberapa lembaga yang pernah menghitung potensi zakat di Indonesia. UIN Jakarta memperkirakan potensi zakat Indonesia mencapai Rp 19 triliun per tahun, sedangkan lembaga PIRAC memperkirakan Rp 20 triliun.

"Bahkan Bank Pembangunan Asia memperkirakan potensi zakat Indonesia bisa mencapai Rp 100 triliun per tahun. Namun, kenyataannya, zakat yang terhimpun hanya Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun," ucapnya.

Euis mengatakan ada beberapa sebab potensi zakat tidak terkumpul

secara maksimal. Salah satunya adalah sosialisasi pemahaman umat Islam Indonesia yang rendah terhadap zakat.

"Masih banyak yang berpikir zakat hanya dilakukan saat Ramadhan. Itu adalah zakat fitrah. Padahal masih ada zakat-zakat lain. Belum lagi bentuk derma lainnya

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement