REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengklaim, penelitian YLKI terhadap pembalut adalah untuk mendukung regulasi yang dibuat oleh Kemenkes. Regulasi tersebut tiada lain adalah Permenkes No. 472 Tahun 1996 tentang pengamanan dan pengawasan bahan berbahaya, yang salah satunya adalah klorin.
Tulus memaparkan, dalam Permenkes tersebut tidak menyebutkan bahwa klorin berbahaya jika dikonsumsi (ditelan ke mulut) saja. Tetapi lebih jauh dari itu, klorin juga berbahaya secara umum dalam penggunaan, karena klorin adalah bahan beracun dan iritatif.
"Jadi pernyataan Kemenkes bahwa klorin pada pembalut adalah aman, justru bertentangan dengan regulasi yang dibuat Kemenkes itu sendiri. Kemenkes tidak konsisten dan menabrak aturan yang dibuatnya," kata Tulus pada siaran pers yang diterima Republika, Kamis (9/7).
Sebelumnya, YLKI melakukan uji sampel pembalut dan pantyliner semua merek pembalut untuk perempuan di Indonesia. Hasilnya cukup mengejutkan, dilaporkan sembilan merek pembalut menggunakan bahan kimiawi klorin yang biasa digunakan sebagai pemutih kertas dan pakaian dengan tingkat kandungan berbeda-beda.
Kesembilan pembalut yang berklorin tinggi adalah Charm 54,73 ppm, Nina Anion 39,2 ppm, My Lady 24,44 ppm, VClass Ultra 17,74 ppm, Kotex 8,23 ppm, Hers Protex 7,93 ppm, LAURIER 7,77 ppm, Softex 7,3 ppm, dan Sotness Standard Jumbo Pack 6,05 ppm.
Sementara merek Pantyliner yang berklorin tinggi adalah V Class 14,68 ppm, Pure Style 10,22 ppm, My Lady 9,76 ppm, KOTEX Fresh Liners 9,66 ppm, Softness Panty Shields 9,00 ppm, CareFree superdry 7,58 ppm dan LAURIER Active Fit 5,87 ppm.