Senin 06 Jul 2015 16:15 WIB

Akhir 2017, Cinema 21 Hadirkan 1.000 Layar

Rep: EH Ismail/ Red: Satya Festiani
Studio bioskop cinema 21
Foto: Cinema 21
Studio bioskop cinema 21

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Seiring gairah bioskop nasional yang terus meningkat, Cinema21 juga terus melakukan ekspansi. Untuk itu, selain akan hadir di 20 lokasi pada 2015, Cinema 21 juga akan terus menambah layar.

“Kami berkomitmen menghadirkan 1.000 layar di Indonesia pada akhir 2017,” kata Corporate Secretary Cinema 21 Catherine Keng melalui rilis yang diterima Republika, Senin (6/7).

Menurut Catherine, di antara 20 lokasi yang akan hadir pada 2015, tiga di antaranya berlokasi di kota yang belum terdapat bioskop, yakni Palu, Singkawang dan Lombok. “Yang segera akan dibuka adalah di Kota Palu, yaitu tanggal 10 Juli,” ujar Catherine.

Di kota tersebut, Cinema XXI hadir di Grand Mall Palu. Lengkap dengan teater Deluxe dan The Premiere. Dengan dibukanya Cinema XXI di kota Palu, Catherine percaya hal itu menjadi kabar gembira bagi para pecinta film di kota tersebut yang selama ini sulit menjangkau film-film bioskop. Apalagi, Cinema XXI akan menjadi bioskop multiplex pertama di Kota Palu.

Dengan dibukanya Cinema XXI di kota Palu pada tgl 10 Juli nanti, jumlah bioskop Cinema XXI mencapai 796 layar di 148 lokasi di 34 kota. Secara keseluruhan, lanjut Catherine, dengan dibukanya tujuh layar di Palu nanti, maka jumlah layar di Indonesia akan mencapai 1.036 layar.

Jumlah tersebut tentu sangat positif karena merupakan salah satu indikasi kian bergairahnya industri bioskop di Tanah Air. “Ini merupakan perkembangan yang positif dan sehat. Cinema 21 menyambut baik dengan terus bertambahnya jumlah bioskop oleh Cinema XXI maupun non-XXI. Kami yakin dengan terus bertambahnya bioskop, maka akan menumbuhkan movie-going habit,” imbuh Catherine.

Begitu pun yang tak kalah penting, lanjut Catherine, gairah tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kualitas film yang akan disajikan. Dalam hal ini, film-film yang hadir harus sesuai dengan minat atau harapan penonton. “Karena penonton tidak bisa didikte. Penontonlah yang menentukan, film apa yang akan ditonton. Film itu persoalan selera.”

Mengenai perkembangan film nasional, Catherine menyatakan, tahun ini merupakan tahun yang cukup berat bagi perfilman Indonesia karena di pada 2015 belum ada film Indonesia yang menembus satu juta penonton. Menurut Catherine, digitalisasi film membuat biaya produksi film cukup rendah, sehingga makin banyak orang berbondong-bondong bikin film. Namun, dampak turunannya adalah muncul film yang kualitasnya kurang terjaga dan membuat penonton hilang kepercayaan untuk menonton film Indonesia.

Persoalan kualitas inilah yang memang menjadi salah satu kunci untuk menggairahkan perfilman nasional. Di satu sisi, industri bioskop sudah mengalami pertumbuhan menggembirakan, tetapi di sisi berbeda hendaknya para film maker juga harus meningkatkan mutu film yang dibuat. Pertumbuhan jumlah layar adalah kesempatan dan ruang yang harus diisi. “Kualitas adalah jawabannya. “Jangan kecewakan penonton karena sekali kecewa perlu waktu untuk mengembalikan kepercayaan penonton,” kata Catherine.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement