REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memburuknya perekonomian dunia berdampak pada Indonesia. Salah satunya, menyebabkan defisit anggaran naik.
"Ada tantangan dalam pengeluaran, dana juga akan pelan," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, di Gedung BI, Jakarta, Jumat, (3/6).
Ia memperkirakan, defisit naik ke 2,3 persen. Meski begitu, menurutnya angka tersebut belum mengkhawatirkan. Ia menambahkan, defisit anggaran Indonesia tak sampai 2,5 persen, padahal negara lain defisitnya mencapai enam hingga tujuh persen.
"Kita nggak penah lebih dari 5,5 persen. Pemerintah merespon, kalau seandainya pembiayaan besar karena defisit besar, pemerintah berencana tidak mengeluarkan SBN tapi pinjaman bilateral," jelas Agus.
Dirinya menyatakan, kebijakan bilateral disebabkan oleh tantangan dunia, normalisasi kebijakan Amerika Serikat yang diundur, serta tak ada kepastian mengenai kondisi Yunani. Agus khawatir beberapa harga komoditi andalan ekspor Indonesia akan turun. Tahun ini saja rata-rata ekspor turun sampai 14 persen.
Biasanya, negara dengan transaksi berjalan defisit, dan inflasi tinggi akan diwaspadai oleh para investor asing. Hanya saja, investor melihat kepemilikan asing di Indonesia telah mencapai 27 sampai 28 persen.
"Kemudian pemerintah tarik pinjaman bilateral kalau seandainya ada defisit, menutur saya baik karena 28 persen itu tidak akan naik," kata Agus.
Ia menjelaskan, pinjaman bilateral bisa ditarik saat dibutuhkan. Lalu bila belum ada proyek, maka tak perlu tarik pinjaman sehingga lebih efektif.