Jumat 26 Jun 2015 14:47 WIB

Pemerintah Diminta Buat Langkah Fundamental Perbaiki Distribusi Pangan

Rep: Sonia Fitri/ Red: Satya Festiani
Suasana aktifitas pedagang Sembako di pasar Tradisonal, Tebet, Jakarta, Selatan, Jumat (26/6).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Suasana aktifitas pedagang Sembako di pasar Tradisonal, Tebet, Jakarta, Selatan, Jumat (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta melakukan langkah fundamental sekaligus meninggalkan langkah klasik yang ketinggalan zaman sebagaimana yang dilakukan saat ini. Hal itu untuk Menghentikan lonjakan harga pangan tahunan jelang hari raya besar dan tahun baru.

“Harusnya sekarang ini pemerintah menstabilkan harga bukan dengan menguasai stok, itu cara tahun 80-an, sudah tidak bisa kalau pakai cara lama,” kata Direktur Studi Pertanian Universitas Padjajaran (Unpad) Ronnie S. Natawidjaja dihubungi pada Jumat (26/6).

Pada era 80-an, kata dia, jumlah pangan yang diedarkan itu relatif sangat sedikit dibanding sekarang. Dulu dengan adanya Bulog yang membeli langsung dari petani melalui KUD, ia bisa memiliki stok lebih dari 50 persen, bahkan 60 persen. Kemudian ia pun jadi punya kemampuan menstabilkan harga.

Tapi situasi saat ini berbeda. Bulog zaman sekarang, kata dia, hanya menjadi kontraktor pemerintah, bukan lagi lembaga yang memiliki kewenangan memonopoli pembelian ke petani seperti tahun 80-an. Bulog sekarang diberi uang oleh pemerintah, berbelanja sesuai apa yang diminta, dan jumlahnya sangat minim yakni hanya 9-10 persen saja dari barang pangan yang beredar di pasar.

Maka, cara fundamental mutlak dilakukan, yakni dengan memahami arus peredaran tingkat produksi, melakukan akurasi data sehingga upaya stabilisasi harga pangan akan tepat sasaran dan efisien. Jika terus berfikir untuk menguasai stok melalui Bulog, misalnya, jumlahnya dan pola intervensi akan memakan waktu. Belum lagi pola pembelian Bulog ke petani selalu terlambat. Operasi pasar juga di momen yang tidak pas dengan jumlah barang yang minim.

Pemahaman atas arus peredaran tingkat produksi sebagaimana ia singgung, perlu didukung dengan sejumlah hal. Yakni perbaikan data, pengaturan monitoring distriusi pangan antardaerah melalu pasar induk serta pengawasan di perjalanan distribusi.

“Misalnya produksi padi dari Pantura masuk 10 ribu ton, tapi di momen tertentu, kok produksi jadi setengahnya, itu harusnya sudah ada alarm, tanpa harus menguasai stoknya,” ujarnya. Begitu ada indikasi kekurangan, pemerintah kemudian menambal dari daerah lain yang punya pasokan berlebih. Dengan begitu, stok pangan di pasar akan selalu aman.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement