REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Malaysia terus mengupayakan penguatan di bidang regulasi dan kerangka kerja terkait perbankan syariah. Tujuannya agar Malaysia menempati posisi teratas dalam industri perbankan syariah global.
CEO Badlisyah Abdul Ghani mengatakan, Indonesia dan Arab Saudi masih menjadi saingan terberat Malaysia. Namun, lanjut dia, Malaysia masih optimistis mengejar ketertinggalan.
“Anda akan lihat lebih banyak yurisdiksi, terus menerus besar dalam mendukung perbankan syariah, terutama dalam hal pasar finansial,” ujar Abdul Ghani seperti dilansir kantor berita Bernama, Jumat (19/6).
“Tapi," kata dia melanjutkan, "Malaysia akan terus menjadi pemain yang dignifikan karena kami memimpin dalam hal infrastruktur."
Malaysia hingga kini sudah memiliki lebih dari 60 persen market share untuk sukuk dan hampir 25 persen dari keseluruhan aset perbankan syariah dunia. Negara-negara Muslim, seperti Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Malaysia, Pakistan, dan Indonesia, secara keseluruhan sudah memegang 76 persen pangsa pasar perbankan syariah dunia.
Terakhir, Abdul Ghani juga menekankan, pentingnya mengonsep ciri khas perbankan syariah Malaysia agar lebih kompetitif. Dia menyampaikan itu pada Pertemuan Puncak Perbankan Malaysia ke-19 di Kuala Lumpur, Jumat (19/6).
Pembicara lainnya dalam acara tersebut, CEO Raja Teh Maimunah Raja Abdul Aziz mengatakan, masa depan perbankan syariah Malaysia terletak pada upaya digitalisasi. "Dalam hal digitalisasi, ada banyak perkembangan yang berarti di Malaysia, sebagaimana misalnya banyak bank menawarkan layanan Internet banking dan mobile banking,” kata Maimunah.
"Bahkan, kita mesti bergerak lebih jauh dari sekadar menjadikan mobile banking sebagai alat pembayaran dan transaksi, serta media orang meminjam uang,” tambah Maimunah.