Jumat 19 Jun 2015 22:08 WIB

Soal Indikasi Kerugian Negara oleh KPU, Wapres Minta Diusut

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wapres Jusuf Kalla.
Foto: @Pak_JK
Wapres Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan adanya indikasi kerugian negara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk ditindaklanjuti. Kendati demikian, ia menilai dengan adanya temuan ini, bukan berarti KPU melakukan korupsi.

"Oh iya (diusut), itukan audit internal. Artinya inspektur internal dari luar. Dan itu bisa dibaca dari laporan BPKnya juga apanya yang tidak tepat. Tidak berarti langsung korupsi, tidak berarti langsung, dibaca dulu," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (19/6).

Ia menilai penemuan kerugian negara bisa terjadi di mana saja. Menurut JK, setelah membaca hasil penemuan dari BPK, pengelolaan atas Pelaksanaan Anggaran Pemilu pada KPU tersebut memang ada. Namun, ia menilai pengelolaan anggaran tersebut tidak tepat.

"Temuan itu kalau saya tadi baca penjelasannya kebetulan tadi pagi, tidak tepat saja. Berarti pengelolaan itu ada tapi tidak tepat. Tidak tepat itu, belum tentu, boleh dikatakan belum tentu, cuma belum tepat," ucap JK.

BPK mengungkapkan adanya indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 334 miliar di dalam hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pelaksanaan anggaran pemilu pada KPU tahun 2013 dan 2014.

BPK menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang nomor 15 tahun 2011 tentang pemilihan umum pasal 8 penggunaan anggaran pemilu APBN diperiksa secara periodik oleh BPK. Audit BPK ini untuk mencari apakah anggaran untuk tahapan pemilu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

"Hasil pemeriksaan memperlihatkan adanya ketidakpatuhan perundangan dengan jumlah signifikan, total temuannya adalah Rp 334,127 miliar," kata Anggota I BPK, Agung Firman Sampurna, Jumat (29/5).

Agung menambahkan, ada 7 ketidakpatuhan KPU pada ketentuan perundangan. Yaitu, indikasi kerugian negara Rp 34,3 miliar, potensi kerugian Rp 2,2 miliar, kekurangan penerimaan Rp 7,3 miliar, pemborosan Rp 9,7 miliar, tidak diyakini Rp 93 miliar, lebih pungut pajak Rp 1,3 miliar, dan administrasi Rp 185,9 miliar. Selanjutnya, dalam indikasi kerugian negara, ada 14 temuan yang membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp 34,3 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement