Rabu 10 Jun 2015 19:23 WIB

Saatnya Ahli Syariah Nusantara Go International

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Indah Wulandari
Ada lima hal penting dalam pengembangan ekonomi syariah. (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Ada lima hal penting dalam pengembangan ekonomi syariah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Meski berjumlah banyak dan memiliki riset mendalam, gaung ahli syariah Nusantara masih belum terdengar di level Organisasi Kerja sama Islam (OIC). Peran ahli syariah Nusantara akan membawa kebijakan ke corak baru yang tak hanya didominasi nuansa Timur Tengah.

Direktur Eksekutif Lembaga Riset Keuanga Syariah Malaysia (ISRA) Mohamad Akram Laldin mengatakan suara Nusantara di lembaga internasional seperti OIC kurang terdengar. Padahal, jumlah Muslim Nusantara lebih banyak dari populasi Muslim Timur Tengah.

Karena itu perlu ada platform keuangan syariah Nusantara yang jadi wakil dari Nusantara ke Majma Fiqh OIC sehingga bisa didengar di sana. Kalau tidak, corak arahan OIC akan dominan nuansa Timut Tengah saja.

''Kalau saya bandingkan, ahli syariah dan ilmuwan Nusantara lebih banyak dan kajiannya lebih mantap,'' kata Laldin dalam konferensi pers Mudzakarah Cendikiawan Syariah Nusantara IX dan Seminar Internasional Transaksi Syariah, Rabu (10/6).

Mengenai perkembangan ekonomi syariah Indonesia, Laldin mengakui populasi Indonesia lebih banyak dibanding Malaysia, tapi fokusnya dalam ekonomi syariah bisa jadi tidak sama. Perkembangan ekonomi syariah, kata Laldin, memang seperti evolusi, berjalan perlahan.

Pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia bagus, meski dua tahun belakangan tidak begitu menggembirakan. Indonesia biar bagaimanapun punya masa lebih banyak.

Penetrasi keuangan syariah di Malaysia pun perlu didorong terutama ritel. Sebab selama ini industri keuangan syariah Malaysia lebih banyak dibantu BUMN. ''Untuk masuk ke masyarakat memang harus lebih didorong,'' kata dia.

Laldin menyebut pangsa pasar perbankan syariah Malaysia baru mencapai 29 persen, takaful kurang dari 10 persen dan pasar modal syariah sudah lebih dari 50 persen.

Dengan pangsa pasar 29 persen, Laldin mengatakan perbankan syariah di Malaysia belum jadi penentu karena pasar masih didominasi konvensional.

''Kita bekerja sama meluaskan Islam lewat ekonomi. Semua ini ibadah dan yang kita tuju adalah keridhaan Allah,'' ungkap Laldin.

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada mengakui kajian ekonomi syariah justru berkembang di Inggris, itu pun oleh Muslim Asia Selatan.

Maka, penting untuk para ahli syariah dan akademisi ekonomi syariah Nusantara untuk mengembangkan riset dan memiliki koneksi yang baik dengan jaringan internasional.

''Para akademisi bertugas menemukan instrumen keuangan syariah yang legal. Kalau ini dijalankan dan bermanfaat di masyarakat, sama seperti menjalankan ibadah mahdhoh,'' tutur Dede dalam forum yang dihadiri perwakilan dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand itu.

Dalam rangka pengembangan jaringan kerja, UIN Jakarta bekerja sama dengan ISRA yang sudah berpengalaman dalam bidang ekonomi syariah sejak 1980an. Ia tak menutup mata produk perbankan syariah nasional banyak yang didapat dari hasil riset ISRA.

Kerja sama ini tidak hanya dalam pengembangan keuangan tapi bisnis syariah di sektor riil agar para pengusaha syariah sektor riil mereka yakin apa yang mereka lakukan sudah benar karena diiringi hasil-hasil riset.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement