REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). SE itu dikeluarkan sekaligus mulai berlaku pada 1 Juni lalu.
Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelola Uang BI Eko Yulianto menjelaskan, ada beberapa hal yang diatur dalam SE tersebut. Pertama, mengenai kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI mengacu pada asas teritorial.
Maka setiap transaksi di wilayah NKRI, baik oleh Warga Negara Indonesia (WNI) atau pun Warga Negara Asing (WNA) wajib menggunakan rupiah. Tak hanya berlaku untuk transaksi tunai tapi juga transaksi non tunai.
"Di area KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah," kata Eko di Gedung BI, Jakarta. Ia menambahkan, dalam transaksi pembayaran, setiap orang di NKRI wajib menerima pembayaran dengan rupiah.
Hal kedua yang diatur dalam SE, yaitu pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah. Dilarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan.
"Jadi dilarang menggunakan dual quotation baik untuk sewa menyewa, tarif harus memakai rupiah," tegasnya. Ketiga, BI mempersilahkan adanya penyesuaian. Hanya saja berbagai proyek itu akan langsung dinilai oleh BI.
Sebelumnya, demi mengukuhkan pendalaman pasar valuta asing (valas) di dala negeri, BI sudah menyempurnakan tiga Peraturan Bank Indonesia (PBI). Di antaranya, PBI Nomor 17/PBI/2015 tentang Perubahan Atas PBI No 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valas Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik.