Selasa 09 Jun 2015 03:43 WIB

Yen Melemah, Transaksi Jepang Masih Surplus

Rep: c 87/ Red: Indah Wulandari
Mata uang yen Jepang (ilustrasi)
Foto: WIKIPEDIA
Mata uang yen Jepang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Surplus neraca transaksi berjalan Jepang melemah menjadi 38,3 persen pada April 2015 dari bulan sebelumnya, terutama karena neraca perdagangan berbalik defisit.

Surplus transaksi berjalan naik dari  1,1 triliun yen menjadi Rp 1,3 triliun dari tahun lalu, berkat defisit neraca perdagangan dan neraca jasa serta peningkatan penghasilan utama.

Kepala Ekonom IHS Global Insight Harumi Taguchi mengatakan, ekspor melemah dari bulan sebelumnya karena penurunan ekspor ke Cina dan beberapa negara tujuan lainnya.

“Transaksi berjalan Jepang kemungkinan akan tetap surplus dalam jangka dekat, sebagian besar mencerminkan membaiknya neraca perdagangan berkat harga minyak yang rendah dan meningkatnya nilai ekspor karena nilai tukar yen yang lemah,” jelas Harumi, Selasa (9/6).

Artinya, impor terus menurun, sebagian besar mencerminkan harga minyak dan komoditas yang rendah. Tetapi, sebagian diimbangi oleh peningkatan harga pesawat, semikonduktor, dan beberapa produk lainnya.

Pelemahan yen yang terus berlanjut mendukung peningkatan keseimbangan neraca jasa, berkat peningkatan jumlah wisatawan dari luar negeri dan pendapatan dari penggunaan di properti intelektual. Pendapatan utama sedikit melemah, tetapi pendapatan dari investasi langsung dan portofolio tetap solid.

Sementara nilai tukar yen diperkirakan akan tetap lemah karena perbedaan dalam sikap kebijakan moneter dari bank sentral AS dan Jepang. Selain itu, tren peningkatan bagi wisatawan dari luar negeri dan portofolio investasi langsung cenderung terus mendukung peningkatan neraca jasa dan pendapatan dari aset mata uang luar negeri.

Dia mengatakan, defisit perdagangan siap untuk bertahan, meskipun kemungkinan menjadi surplus sementara.

Sementara,permintaan eksternal akan menekan pemulihan volume ekspor, bobot tinggi impor bahan bakar Jepang dan pertumbuhan impor produk, yang mencerminkan pertumbuhan operasi di luar negeri, akan terus membebani neraca perdagangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement