REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhamadiyah menggelar seminar dan lokakarya dengan tema 'Cetak Biru Gerakan Ekonomi Muhammadiyah'. Tema ini dirasa sangat tepat khususnya bagi Indonesia yang telah memasuki era globalisasi dan gempuran konsep liberal.
Ketua Majelis Ekonomi dan kewirausahaan PP Muhamamdiyah, Syafrudin Anhar, dalam kata pengantarnya saat pembukaan acara menyatakan kelahiran cetak biru gerakan ekonomi Muhammadiyah tidak lepas dar pengaruh persoalan kebijakan ekonomi nasional dan dunia yang saat ini berkembang dengan pesat. Apalagi dalam setiap rezim atau penguasa memiliki tantangan yang unik.
Terutama dalam bidang ekonomi, politik, birokrasi dan pemerintahan. Muhamamdiyah menyadari hampir semua rezim memiliki tantangan tersebut, terlebih diera globalisasi dengan banyaknya persoalan seperti kemiskinan, pengentasan pengangguran, inflasi dan merosotnya nilai tukar mata uang.
Dalam hal ini, Muhammadiyah ingin melakukan revitalisasi peran dan fungsinya sebagai kekuatan ekonomi yang dapat dijadikan contoh dalam kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah.
Cetak biru gerakan ekonomi Muhammadiyah, tambah Syafrudin, menjadi satu kebutuhan, karena pada lima tahunan ke tiga (2015-2020) kebijakan program Muhammadiyah difokuskan pada lima hal. Pertama, transformasi dari sistem dan jaringan yang maju, profesional dan modern sebagai instrumen pendukung aktivitas gerakan ekonomi.
Kedua, berkembangnya sistem gerakan dan amal usaha yang berkualitas utama dan mandiri. Ketiga peningkatan dan pengembangan peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan umat, bangsa dan dinamika global.