REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) tak mau gegabah menindak praktik penggemukan sapi ilegal melalui penyuntikan obat Beta Agonis (B2). Karenanya, kementerian masih mendalami kasus tersebut sembari melakukan pembinaan.
“Jumlah perusahaannya masih belum tahu, masih kita evaluasi,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Muladno kepada ROL pada Jumat (5/6). Dikatakannya, soal praktik penggemukan sapi illegal masih menyisakan despute yang harus didalami. Belum jelas pula berapa banyak perusahaan yang menyuntikan Beta Agonis.
Makanya pemerintah akan mempersilakan semua perusahaan terkait untuk menyiapkan standar operasional pemberian obat yang nantinya ditindaklanjuti dengan verifikasi. Muladno pun menyebut, bahaya yang dapat terjadi bagi manusia yang mengkonsumsi daging terkontaminasi Beta Agonis, yakni dapat menyebabkan kanker. “Kita harus menjalani prosedur evaluasi dengan hati-hati,” tegasnya.
Merujuk pada jurnal EuroMed, penggunaan Beta Agonis pada sapi akan mengakibatkan residu pada daging sapi dan berdampak buruk bagi manusia yang mengonsumsinya. Di mana, dalam jangka panjang, dapat menyebabkan growth tremor atau tangan bergetar serta peningkatan denyut jantung yang bisa bisa mengakibatkan gagal jantung.
Meski begitu, ia menegaskan akan menindak tegas kepada perusahaan jika terbukti melakukan penggemukan sapi dengan bahan berbahaya setelah diberi tahu aturannya. Namun ditanya soal sanksi, ia mengaku pemerintah belum menentukan jenisnya.
Sementara itu, Ketua harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menyebut, setidaknya sebanyak 80 persen sapi-sapi yang masuk ke Indonesia sudah diberikan tambahan hormon untuk penggemukan. “Jika masih ada tambahan zat lainnya yang dimasukkan tentu akan berdampak negatif bagi manusia yang mengkonsumsi daging sapi,” kata dia.