Jumat 05 Jun 2015 01:14 WIB

Kandungan Merkuri Dalam Tuna Tinggi, Rusia Tegur Indonesia

Rep: C85/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ikan tuna. Ilustrasi
Foto: Reuters
Ikan tuna. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengaku mendapat teguran dari otoritas Rusia lantaran komoditas ikan tuna yang mereka impor dari Indonesia mengandung merkuri dengan kadar melebihi batas normal. Pelaksana Harian Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Narmoko Prasmaji menyatakan, teguran dari Rusia ini belum berdampak secara signifikan terhadap nilai ekspor Indonesia.

Pasalnya, kadar merkuri yang tinggi dialami tidak hanya di perairan nusantara namun juga menyebar je sejumlah perairan dunia. Hal ini menjadi bukti bahwa jika perikanan tangkap tidak dilakukan secara benar, maka kerusakan lingkungan bisa terus terjadi.

"Tuna kalau ditangkap ga bener, saya dapat teguran dari Rusia karena kandungan merkuri melebihi ambang batas. Tapi bukan Indonesia saja tapi seluruh dunia juga, karena laut mulai tercemar," katanya kepada awak media, Kamis (4/6).

Narmoko menyebut, komoditas tuna mendapat sorotan lebih karena pasar tuna dunia sangat besar. Ditambah, dampak dari pencemaran lingkungan mengakibatkan produksi tuna terus menurun. Dia menambahkan, pemerintah terus berkomitmen untuk terus membuat peta jalan untuk mewujudkan perikanan tangkap yang ramah lingkungan.

Di sisi lain, berdasarkan data Asosiasi Tuna Long Line Indonesia (ATLI), hasil tangkapan ikan tuna nasional sepanjang kuartal pertama 2015 terus mengalami penurunan. Pada Januari 2015 jumlah tangkapan tuna sebesar 1,2 juta kg dalam satu bulan. Menurun pada Februari 2015 sebesar 976.776 kg dan 848.411 kg tuna pada Maret 2015.

Jumlah tangkapan pada Mei 2015 nyaris hanya separuh dari tangkapan Januari, yakni 628.396 kg tuna. Namun penurunan yang terjadi bukan karena dampak dari pencemaran lingkungan, melainkan akibat dari larangan bongkar muat di tengah laut.

 

Sekjen ATLI Dwi Agus menyatakan, penurunan hasil tangkapan oleh pengusaha nasional terjadi sejak awal tahun ini. Pasalnya, mereka tidak bisa mengoperasikan kapal-kapal angkut yang membawa hasil tangkapan ikan dari tengah laut ke pelabuhan perikanan.

Dwi menambahkan, pengusaha perikanan tangkap nasional sepakat dengan kebijakan pelarangan transhipment. Namun dia meminta Menteri Susi untuk memberikan kelonggaran bagi pengusaha perikanan tangkap nasional, untuk bisa melakukan alih muatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement