REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji kemungkinan penerbitan sukuk daerah yang diharapkan rampung pada 2016 mendatang.
Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Nurhaida, dalam penjelasanya mengenai peta jalan (roadmap) pasar modal syariah yang diluncurkan OJK awal Mei lalu, mengatakan ada target kajian sukuk daerah selesai pada 2016.
''Kajian sukuk daerah dilakukan agar pemerintah daerah juga bisa ikut mengembangkan instrumen pasar modal syariah,'' kata Nurhaida.
Karena masih kajian, Nurhaida mengaku OJK belum bisa berkesimpulan apa-apa. Setelah kajian selesai, OJK baru bisa melihat apa yang harus diatur.
Sebagai penunjang, kajian profesi ahli syariah pasar modal (ASPM) juga ditargetkan selesai pada 2015 ini. Mereka diharapkan jadi pihak yang paham pasar modal dan syariah dengan kualifikasi jelas dan tersertifikasi.
Profesi penunjang lain seperti misalnya konsultan hukum dan akuntan produk pasar modal syariah juga masih dibahas. OJK masih menimbang apakah semua itu bisa membuat pasar modal syariah lebih maju.
''Di dalam peta jalan memang banyak kajian yang dilakukan karena OJK sedang melihat seberapa jauh pasar modal syariah butuh pengkhususan,'' ungkap Nurhaida.
OJK tidak ingin pertumbuhan pasar modal syariah tidak besar karena terlalu terikat. Meski di satu sisi, masyarakat juga perlu diyakinkan mengenai standar kesyariahan produk pasar modal.
Karena Indonesia sedang butuh banyak investasi untuk infrastruktur dan menggerakan ekonomi daerah, Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Islam (CIBEST) IPB Irfan Syauqi Beik melihat memang ada kebutuhan sukuk oleh daerah.
Ini tidak mengherankan mengingat kemampuan pendanaan negara terbatas. Karena itu, butuh alat pendanaan alternatif, termasuk sukuk.
''Kalau sukuk daerah berbasis proyek, dana yang terkumpul bisa langsung disalurkan pada proyek, tidak ke sana sini dulu. Sehingga pemanfaatannya lebih terkelola,'' tutur Irfan kepada Republika, Ahad (31/5).
Ia meminta pemerintah daerah (pemda) memerhatikan juga soal kemampuan dan dasar hukum sehingga tidak ada kriminialisasi di masa depan. Untuk itu, butuh undang-undang atau aturan yang kuat mengenai syarat sukuk daerah agar benar-benar bermanfaat, tidak hanya sekadar menambal defisit APBD.
Sisanya lebih pada urusan teknis, seperti mekanisme penerbitan alat pendanaan bertujuan khusus (SPV), pengaturan antara pusat dan daerah mengenai alokasi pembayaran, ketersediaan aset dan lain-lain.
Semua daerah, kata Irfan, sebenarnya menerbitkan sukuk daerah, apalagi yang sudah memiliki proyek.
Ia mencontohkan Jawa Barat yang mau membuat bandara dan pelabuhan atau Jakarta yang mau membangun monorel.
Agar masyarakat luas bisa terlibat dan ada distribusi ekonomi, perlu dibuka juga peluang sukuk ritel.