REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian berencana untuk mengubah fungsi Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai stabilisator (penyeimbang) harga komoditas beras, dan bukan menjadi lembaga yang mencari pendapatan.
"Kami sudah melakukan rapat terbatas (ratas) dengan Pak Presiden, Bulog harus langsung masuk ke petani, hadir di tengah petani. Jadi bukan 'profit oriented' lagi," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Rabu (3/6).
Ia menuturkan rencana tersebut terkait dengan kondisi harga jual gabah dan beras di pihak petani yang tidak sebanding dengan harga jual di tingkat pedagang.
Menurut dia, terjadi ketimpangan marjin keuntungan antara petani dan pedagang dalam menjual beras ke pasar, sehingga diperlukan upaya penanganan yang lebih menguntungkan petani.
"Selama ini Bulog membeli beras di penggilingan, bukan di petani. Ini artinya harga pembelian pemerintah (HPP) malah berfungsi menyangga pengusaha, bukan menyangga ekonomi petani," katanya.
Berdasarkan data yang ia paparkan, diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh petani dari penjualan gabah hanya sekitar 10-20 persen.
Ia memaparkan, harga gabah di lapangan sekitar Rp3.500-Rp4.000, tetapi jika melihat fakta yang ada maka ada ketimpangan antara komoditas yang dijual petani dan pedagang atau pengusaha.
"Jika harga beras Rp12.000 per kilogram, maka harga gabah Rp5.000 per kilogram. Kalau harga gabah turun jadi Rp3.500 artinya turun 30 persen, tapi berdasarkan data BPS harga beras cuma turun tiga persen," katanya.