REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama satu dekade, aset perbankan syariah di Indonesia dikabarkan telah berkembang dengan laju 33 persen per tahun jauh melampaui sektor perbankan konvensional.
Meski secara umum mengalami perkembangan pesat berkat pertumbuhan ekonomi dan masih rendahnya penetrasi layanan keuangan di masyarakat, namun aset bank syariah hanya 4,6 persen saja dari total sistem perbankan.
Hal tersebut berdasarkan rilis dari Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service dengan laporannya berjudul "Islamic Finance: Indonesian Government Roadmap Will Drive Growth and Consolidation of Islamic Banks".
“Selang sepuluh tahun, jumlah bank syariah juga bertambah dari tiga menjadi 12 di luar unit usaha syariah bank konvensional,” kata Kepala Keuangan Islam Global Moody's Khalid Howladar dalam keterangan pers Selasa (26/5), dilansir Bloomberg.
Moody's dalam laporannya menekankan mengenai kurang luasnya jaringan bank syariah dibandingkan bank konvensional serta masih kecilnya modal dasar bank.
Selain itu, bank syariah juga lebih fokus menggarap nasabah berisiko tinggi seperti usaha kecil dan menengah dibandingkan korporasi, membuat rasio pinjaman bermasalah lebih besar.
Dikombinasikan dengan kecilnya skala usaha, tingkat keuntungan bank syariah akhirnya masih kalah dibandingkan perbankan konvensional.
Moody's membandingkan kondisi perbankan syariah Indonesia dengan Malaysia. Di negara ini, pasar sukuk tumbuh besar dan paling likuid dengan basis investor institusional yang besar.
Sementara di Indonesia, dengan situasi sebaliknya, bank syariah masih terbatas kemampuannya dalam meraup pendanaan di luar tabungan masyarakat.
Keterbatasan juga terjadi pemberian layanan pendanaan jangka panjang seperti pembiayaan kepemilikan rumah. Karenanya, peta konsolidasi perbankan syariah Indonesia dinilai perlu segera disusun agar mendorong penguatan pasar sukuk atau obligasi syariah domestik.