Rabu 27 May 2015 15:07 WIB

Enam Tantangan Pengendalian Inflasi

Rep: c87/ Red: Satya Festiani
Inflasi
Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Rabu (27/5).

Dalam sambutannya Gubernur BI Agus DW Martowardojo menjelaskan tantangan inflasi yang dihadapi Indonesia ke depan.

"Ini tantangan yang besar, kemarin yang sudah disesuaikam sistem penyesuaian subsidi BBM, TPID akan seperti negara Asean punya inflasi yang rendah dan stabil," jelas Agus.  

Agus menerangkan, ada banyak kendala struktural di sektor ril yang menimbulkan keraguan. Tantangan pertama, yakni terbatasnya kapasitas produksi dalam negeri terutama produktivitas yang rendah dan luas lahan semakin menyusut.

Agus mengajak para kepala daerah yang hadir mencegah konversi lahan sawah menjadi lahan pemukiman maupun lahan industri. Serta agar pembangunan manufakturing dilakukan di kawasan industrial yang sudah didesain dengan memanfaatkan lahan-lahan yang tidak produktif.

Tantangan kedua, lanjut Agus, permasalahaan struktural terkait nilai tukar rupiah yang masih bergejolak tinggi. Hal itu berkaitan dengan ketergantungan pada ekspor berbasis sumber daya alam dan bahan baku.

Ketiga, produksi pangan yang rentan dalam pasokan karena perubahan iklim yang sulit diantisipasi. "Tahun 2015 ini diperkirakan ada elnino, mesti menjaga ketersediaan pangan dan meyakini masalah inflasi ini terus menjadi perhatian kita," imbuhnya.

 

Keempat, ketergantungan energi nasional pada impor bahan bakar minyak (BBM) dan LPG. Kelima, pasar yang tidak efisien. Hal itu tercermin dari tingkat distribusi yang panjang dan didominasi pelaku besar.

 

Menurutnya, harga komoditi bahan pokok di Indonesia selalu dimainkan dalam oligopoli dan monopoli. Masalah tersebut seharusnya bisa dikoordinasikan dengan pemerintah pus dan daerah untuk memberikan solusi struktural.

Keenam, permasalahan daerah didominasi karakteristik wilayah yang unik sehingga membutuhkan penanganan teraendiri. Masing-masing daerah memiliki keunikan yang saling terkait dengan daerah lainnya. Sehingga penanganannya perlu sinergi kebijakan Pemda dengan Pemda serta Pemda dengan Pemerintah pusat, maupun pusat dengan pusat.

Oleh sebab itu, dia menilai pentingnya mendorong kerja sama antar daerah dalam mengendalikan inflasi. Melalui implementasi pengembangan pusat harga nasional sehingga bisa diketahui harga yang tinggi dan penyesuaian dengan harga yang murah. Selain itu, perluasan akses pasar dengan memperkuat kerja sama daerah dan diperluas ke seluruh daerah.

Bank Indonesia menyambut baik agenda pemerintah dalam perbaikan ekonomi untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang dilakukan dengan percepatan pembangunan, infrastruktur pendukung bidang pertanian.

Untuk mencapai kedaulatan pangan, kata Agus, sangat berkaitan erat dengan pengendalian inflasi.

Inflasi per April 2015 tercatat sebesar 6,79 persen (yoy). Bila dibandingkan inflasi di negara kawasan Asean seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam, inflasi Indonesia lebih tinggi. Pada periode yang sama, inflasi di Filipina sebesar 2,02 persen, Malaysia 0,9 persen, Thailand deflasi minus 1 persen, serta Singapura minus 0,3 persen. Dengan upaya koordinasi BI baik ditingkat pusat dan daerah, Bank Indonesia optimistis pemerintah dapat memitigasi risiko yang ada. Sehingga sasaran inflasi 4 plus minus 1 persen untuk periode 2015-2017 dan 3,5 plus minus 1 persen pada 2018 dapat tercapai.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement