Rabu 27 May 2015 14:32 WIB

Dipersulit Menangkap Ikan, Nelayan Protes Menteri Susi

Diskusi tentang maritim Indonesia yang diadakan IK2MI.
Foto: Republika
Diskusi tentang maritim Indonesia yang diadakan IK2MI.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dinilai hanya menyengsarakan nelayan. Koordinator Front Nelayan Bersatu, Bambang Wicaksana merujuk pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela dan Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

Dengan berlakunya aturan itu, nelayan dilarang menangkap ikan menggunakan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets). Dampaknya, kata dia, nelayan seolah dipersulit ketika akan melaut dan mencari tangkapan ikan.

"Ini menyebabkan nelayan tak bisa beroperasi. Tak bisa beroperasi tanpa mengerti harus menangkap pakai apa? Tidak ada solusi dari pemerintah, tidak ada sama sekali," kata Bambang saat diskusi membangun maritim Indonesia yang dihelat Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (IK2MI) di Jakarta, Rabu (27/5). Hadir dalam acara itu Kepala Staf Koarmabar Laksma Amarulla Oktavian dan Ketua IK2MI Laksdya Didik Heru Purnomo.

Bambang mengingatkan, nelayan sebenarnya tidak masalah kalau pemerintah mau mengatur cara menangkap ikan di laut. Kendati begitu, kata dia, pelarangan itu harus diikuti dengan solusi agar perekonomian di kalangan nelayan tidak mati. Karena bisanya hanya membuat aturan yang menyusahkan, ia tidak kaget ribuan nelayan sampai harus menggelar demo untuk mengingatkan Menteri Susi.

"Kita punya beban modal pinjam ke bank. Kalau disuruh berhenti, nelayan tak bisa bekerja, (pembayaran) bank belum selesai," katanya. "Mata rantai yang lain, pekerja, bakul di pasar, cold storage di pabrik, pakan ternak, pembuat bahan baku sosis. Semua akhirnya berhenti perekonomian nelayan."

Bambang mendukung upaya pemerintah untuk menjaga kelestarian laut. Hanya, saran dia, pembangunan di sektor maritim itu tidak mudah dan harus merangkul seluruh kalangan.

Ketua IK2MI Laksdya Didik Heru Purnomo menyatakan, tantangan terbesar pemerintah saat ini adalah menghentikan laju kerusakan ekosistem dan degradasi sumberdaya perikanan. Itu lantaran sudah mencapai status tangkap lebih, di antaranya akibat produkivitas penggunaan alat tangkap yang merusak.

Menurut Didik, Keppres Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trwal di perairan Jawa, Sumatra, dan Bali yang diharapkan dapat menyelesaikan konflik antara nelayan trawl dan tradisional,  ternyata kurang ampuh. Konflik masih terjadi di daerah. "Malah Keppres tersebut mengaburkan tentang alat tangkap yang dilarang," katanya.

Karena itu, ketika keluar Permen KP 2/2015 untuk menghenikan penggunaan total alat tangkap jenis trwal di perairan Indonesia, ia menilai hal itu snagat tepat. "Karena alat tangkap tersebut berkontribusi besar terhadap rusaknya habitat laut, mempengarugi siklus hidup biota laut, dan mengancam populasi biota kunci yang menjaga keseimbangan alam, seperti penyu dan hiu," kata mantan wakil KSAL tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement