REPUBLIKA.CO.ID,DUBAI -- Reksadana Islam tumbuh lagi setelah sempat lesu tahun lalu, meski permintaan produk ini masih rendah.
Dari hasil studi yang dilakukan Thomson Reuters dan anak perusahaan mereka Lipper menunjukkan, banyak perusahaan manajemen aset yang keluar dari sektor ini saat terjadi krisis finansial 2008 yang membuat para investor kabur.
Saat ini aset reksadana Islam secara global mencapai 53,2 miliar dolar AS, meningkat dari 25,7 miliar dolar AS pada 2008, demikian dilansir Reuters, Rabu (20/5).
Jumlah produk reksadana Islam mencapai 943 pada 2014, naik dari 828 produk pada 2008.
Dengan prediksi pertumbuhan rata-rata tahunan delapan persen, aset reksadana Islam diprediksi akan mencapai 76,7 miliar dolar AS pada 2019.
Minat investor terhadap produk ini juga diyakini makin besar. Perbandingan reksadana Islam dengan instrumen investasi lainnya sebesar 8,7 persen.
Studi ini memprediksi permintaan reksadana Islam akan setara 126 miliar dolar AS dan dapat meningkat menjadi 185,1 miliar dolar AS pada 2019.
Para perusahaan manajemen aset sudah tahu larangan memiliki portofolio di efek yang berkaitan dengan tembakau, alkohol, judi dan pornografi.
Studi ini juga menunjukkan 59 perusahaan manajemen aset dan 43 perusahaan investasi juga berminat terhadap sukuk. Diprediksi ada 28 persen investor ingin berinvestasi di sukuk lewat reksadana dibandingkan 21 persen investor peminat saham dan 15 persen peminat investasi properti.
Sektor reksadana Islam sendiri masih didominasi Arab Saudi dan Malaysia yang menguasai 69 persen total aset di bawah manajemen aset, disusul Luksemburg di posisi ketiga.