REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Energi yang juga merupakan Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies Marwan Batubara menyebut pembatalan keputusan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi per 15 Mei 2015 mendatang kemungkinan besar hasil instruksi pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden Joko Widodo.
"Pertamina itu hanya anak buah, pasti itu semua atas perintah atasan, toh itu sudah ada surat keputusan yang ditandatangani Dirut Pertamina dan tinggal dilaksanakan, tapi mendadak dibatalkan," kata dia ketika dihubungi pada Jumat (15/5).
Makanya, atas kejadian pembatalan tersebut, ia bukannya mendukung ataupun menolak kenaikan. Tapi ia menyayangkan gelagat Presiden Joko Widodo yang makin kentara lebih mementingkan citra dibanding kepentingan yang lebih besar bagi masyarakat. "Karena untuk Premium yang banyak digunakan kalangan menengah ke bawah saja dia tega menaikkan, tapi kenapa Pertamax yang untuk kalangan menengah ke atas dia tidak berani," lanjutnya.
Itu artinya, pemerintah pusat melindungi kalangan mampu ketimbang yang miskin. Ia menegaskan, komentarnya begitu bukan karena mendukung kenaikan BBM.
Tapi jika secara obyektif memang situasi mengharuskan adanya kenaikan, ya seharusnya dinaikkan saja dan tidak ada pembatalan mendadak seperti yang sekarang terjadi. Lagi pula, situasinya saat ini rupiah masih melemah terhadap dolar dan harga minyak juga tengah tinggi.
Maka, Presiden dinilainya tengah bertingkah seperti "banci" karena memikirkan pencitraan serta mengulang kelakuan presiden sebelumnya yang selalu mengorbankan BUMN demi menjaga citra. "Misalnya, Pertamina jadi korban untuk menanggung beban subsidi yang harusnya ditanggung pemerintah," tuturnya.