REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Kebijakan impor beras yang akan dilakukan pemerintah, akan menyebabkan harga gabah di tingkat petani semakin anjlok. Sekretaris Asosiasi Perberasan Banyumas, Faturrahman menyebutkan, untuk memutuskan kebijakan impor beras, pemerintah mestinya tidak berpatokan pada cadangan beras yang dikuasai Bulog.
Namun harus memperhatikan cadangan beras yang juga dimiliki petani. Menurutnya, saat in harga gabah di tingkat petani masih sebenarnya masih cukup rendah.
''Hanya memang disparitas antara harga gabah dan beras menjadi lebih lebar, akibat naiknya harga BBM dan ongkos tenaga bongkar muat,'' jelas Fatur, Senin (11/5).
Menurutnya, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani saat ini, bervariasi antara Rp 3.300 hingga Rp 3.500 per kg berdasarkan varietas gabahnya. Untuk GKP padi jenis IR 64, harganya bisa Rp 3.500 per kg. Namun untuk GKP padi jenis yang tidak pulen, seperti verietas Logawa, hanya Rp 3.300 per kg.
Harga tersebut, menurutnya, masih jauh di bawah HPP yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015. Sesuai HPP tersebut, HPP beras yang sebelumnya Rp 6.600 naik menjadi Rp 7.300 per kg, gabah kering giling (GKG) yang tadinya Rp 4.200 naik menjadi Rp 4.650 per kg, dan HPP gabah kering panen (GKP) yang sebelumnya Rp 3.300 naik menjadi Rp 3.700 per kg.
''Jadi kalau pemerintah tetap mengambil kebijakan impor beras dalam masa-masa sekarang ini, saya yakin harga gabah akan anjlok lebih dalam lagi. Kasihan petani kalau gabah hasil panen mereka makin anjlok di bawah HPP,'' katanya.
Dia mengakui, sekali pun harga gabah masih di bawah HPP, namun harga beras memang sudah setara dengan HPP. Seperti harga beras untuk jenis IR 64, di tingkat penggilingan saat ini sudah mencapai Rp 7.300 per kg. Dia menyebutkan, makin jauhnya rentang perbedaan antara harga gabah dan beras, karena biaya yang dikeluarkan untuk biaya angkut, giling dan tenaga, saat ini semakin besar.