REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo meminta pemerintah untuk dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sebab, melambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kuartal I terbukti mempengaruhi penerimaan pajak.
Realisasi penerimaan pajak hingga 30 April 2015 tercatat sebesar Rp 310 triliun. Jumlah ini mengalami penurunan 1,29 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Dari semua jenis pajak, hanya PPh nonmigas yang mengalami peningkatan. Sementara yang lainnya seperti pajak pertambahan nilai (PPN) , pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), PBB, dan PPh Migas, mengalami penurunan.
Yustinus mengatakan pemerintah tidak boleh meremehkan penurunan penerimaan dari PPN. Sebab, PPN mengambil porsi terbesar kedua yakni sebesar 44 persen dari total target penerimaan yang sebesar Rp 1.294,3 triliun.
"Pemerintah harus mewaspadai penurunan PPN ini," kata Yustinus kepada Republika.
Penerimaan PPN baik itu PPN dalam negeri maupun PPN impor mengalami penurunan. PPN dalam negeri turun 1,43 persen menjadi Rp 111,3 triliun. Sedangkan PPN impor anjlok 9,09 persen menjadi Rp 63,2 triliun .
Dikatakan Yustinus, penurunan PPN impor terjadi salah satunya karena depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sehingga, masyarakat menahan keinginannya untuk melakukan impor. Yang menjadi bahaya apabila perusahaan menahan impor barang modal untuk keperluan produksi. Sementara terkait penurunan PPN dalam negeri, Yustinus menilai ini terjadi karena turunnya konsumsi masyarakat akibat perlambatan ekonomi.
"Perlu diakui bahwa perlambatan ekonomi berdampak langsung ke penerimaan pajak. Tapi saya rasa ini bukan kesalahan Ditjen Pajak, mereka kan hanya menjadi pemungut dari aktivitas ekonomi," kata dia.
Penurunan penerimaan pajak yang cukup drastis terjadi pada pajak penghasilan minyak dan gas (PPh migas). PPh migas melorot 46,18 persen dari Rp 31 triliun pada 2014 menjadi Rp 16 triliun. Meski begitu, Yustinus menganggap penurunan PPh migas sudah diprediksi dan dianggap wajar menyusul menurunnya harga minyak.