REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Tony A Prasetiantono menilai pelemahan rupiah yang masih terjadi lebih disebabkan faktor sentimen bukan hanya faktor teknis ekonomi itu sendiri.
"Rupiah undervalue (di bawah level fundamental) bukan pada technical atau fundamental ekonominya, tapi pada sentimen. Jadi rupiah level segitu (Rp13 ribu) sudah tercampur sentimen," kata Tony di Jakarta, Rabu (6/5).
Berdasarkan data kurs referensi JISDOR, nilai tukar rupiah pada Rabu Rp13.040 per dolar AS, melemah dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai Rp12.993 per dolar AS. Menurut Tony, nilai tukar rupiah idealnya saat ini yakni di kisaran Rp12.500 per dolar AS, namun level tersebut belum tercapai karena masih ada sentimen di mana terjadi penurunan kepercayaan terhadap pemerintah.
Pemerintahan Jokowi dianggap masih memiliki banyak masalah nonekonomi, masalah kepemimpinan serta masalah kecepatan dalam mengambil keputusan. "Karena persepsi kita dulu kan Jokowi punya banyak keleluasaan, kemampuan untuk handle banyak hal, tapi ternyata juga dirongrong oleh banyak masalah-masalah nonteknis, terutama masalah KPK, itu betul-betul mengganggu," kata Tony.
Tony menilai, KPK merupakan aset besar yang dapat membuat investor atau pelaku pasar yakin bahwa Indonesia berada di jalur yang benar khususnya dalam masalah penegakan hukum sehingga bisnis juga tidak terganggu oleh masalah korupsi.
"Itu kan positif ya, tapi begitu KPK jadi lemah, kita lemah juga dan harapan menjadi menurun. Itu menurut saya mengapa rupiah masih melemah. Harus kita akui ini sudah masuk faktor sentimen, tidak semata-mata faktor fundamental," ujar Tony.