REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi pasar properti saat ini khususnya di segmen menengah atas sampai mewah diwarnai harga yang sudah 'over value' atau terlalu mahal. Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan indikasi tersebut bisa terlihat antara lain dari investor yang mengeluhkan sulitnya menjual kembali propertinya karena harganya sudah ketinggian.
Indonesia Property Watch, lanjutnya, pernah memberikan pendapatnya terkait hal tersebut dimana disebutkan bahwa di beberapa lokasi harga jual properti sudah tidak terkendali dan memasuki titik jenuh.
"Namun masih saja banyak investor yang membeli dengan asumsi dan harapan akan terus naik. Dalam pergerakan pasar properti sama seperti ekonomi mempunyai siklus pasar yang kerap diabaikan oleh investor," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa kondisi "over value" ini memicu lukuiditas pasar properti yang semakin rendah sehingga kalau pun dijual maka harga akan terkoreksi. Dengan demikian, ujar Ali, yang terjadi kemudian bahwa pengembang mulai "tersadar" sehingga sebagian pengembang mulai memasarkan produk-produk yang lebih "membumi" untuk segmen menengah karena memang pasar gemuk ada di segmen ini.
Di sisi lain, kata dia, ternyata kondisi ekonomi Indonesia belum cukup pulih sejak peralihan kepemimpinan nasional pascapemilu. Padahal kisruh politik sedikit banyak mengganggu psikologis investor meskipun tidak secara langsung memukul properti.
"Namun siklus politik saat ini sudah mulai terpisah dengan siklus ekonomi, terbukti dengan kebijakan Bank Indonesia yang segera menurunkan BI Rate dari 7,75 persen menjadi 7,5 persen dan diperkirakan dalam tren menurun sampai akhir 2015," paparnya.