REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia telah memasuki dekade ketiga. Ada banyak perkembangan yang terjadi selama 30 tahun tersebut.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta lembaga ekonomi syariah harus lebih kompetitif agar mampu bersaing dengan perbankan konvensional. Untuk memenangkan persaingan, ekonomi syariah menurut JK harus murah dan cepat. Karena nantinya nilai inilah yang menjadi daya tarik pengusaha menggunakan sistem ekonomi syariah. Bukan hanya pengusaha muslim tapi juga pengusaha non muslim.
"Bagaimana sistem keuangan syariah menjadi lebih kompetitif menjadi sistem yang bukan hanya bicara halal haram," kata JK, dalam acara Muktamar III Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Kamis (30/4).
Dalam acara yang sama, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, dekade pertama ditandai dengan pendirian bank syariah pertama yaitu Bank Muamalat pada 1991. Dua tahun kemudian disusul dengan asuransi syariah.
Kemudian, tambah Bambang, memasuki dekade kedua pada tahun 2000, Bursa Efek Indonesia meluncurkan Jakarta Islamic Indeks yang menjadi panduan bagi investor pasar modal dalam memilih portofolio saham yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
"Dekade tersebut juga ditandai dengan dikeluarkanya obligasi syariah pertama oleh korporasi," kata Bambang
Masih di dekade kedua tepatnya pada 2008, pemerintah mengesahkan UU no. 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah negara (SBSN) yang dikuti dengan diterbitkannya sukuk negara.
Pada dekade ketiga saat ini, Bambang mengatakan Indonesia menempati peringkat ketiga dunia dari sisi jumlah kelembagaan industri keuangan syariah. Namun dari sisi total aset, Indonesia menempati peringkat ke sembilan dengan total aset 34,63 miliar dolar AS.
"Ini setara 2,1 persen terhadap pangsa pasar dunia," ujar dia.
Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Agus Sudiarto menyebut pertumbuhan agregat bank syariah di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2000-2014 melebihi bank konvensional. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator.
Agus mengatakan, pertumbuhan total aset bank syariah jika dihitung berdasarkan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 43,16 persen. Pertumbuhan ini jauh mengungguli bank konvensional yang sebesar 12,4 persen.
Dilihat dari segi pembiayaan, kata Agus, pertumbuhannya 43 persen Ini lebih tinggi dari bank konvensional yang sebesar 19 persen.
Meski pertumbuhan agregat lebih tinggi, total aset seluruh bank-bank syariah baru Rp 222 triliun. Total aset ini masih lebih rendah jika dibandingkan total aset bank-bank besar di Indonesia secara individu.
Meskipun tumbuh dengan cepat, kata Agus, gnya, industri perbankan syariah mengalami perlambatan dalam tiga tahun terakhir. Salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan tersebut adalah kurangnya sumber daya manusia.
Agus mengatakan, rata-rata kebutuhan SDM industri perbankan syariah per tahun kurang lebih 5.900 orang. Sementara lulusan perguruan tinggi atau universitas dengan program studi terkait perbankan syariah hanya 1.500 orang.
"Dari sisi kuantitas sudah terlihat bahwa perbankan syariah memang kekurangan SDM. Ini harus diatasi supaya bisa mengakselerasi industri perbankan syariah di Indonesia," kata Agus.
Agus berharap pemerintah dapat berinisiatif untuk memperbanyak lagi institut keuangan syariah sebagai lembaga pendidikan guna memajukan industri perbankan syariah di Indonesia.
Ditambahkan Agus, permasalahan SDM bukan hanya terkait kuantitas. Tetapi juga kualitas. Dia mengatakan, tidak smeua program studi perbankan syariah yang ada saat ini, sesuai dengan kebutuhan kualitas di industri. Akhirnya, yang terjadi hanyalah perpindahan pegawai saja dari satu bank syariah ke bank syariah yang lain.