REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM) Suhana mengatakan, kesejahteraan nelayan tradisional di berbagai daerah dinilai menurun setelah diberlakukannya kebijakan moratorium izin kapal eks-asing penangkap ikan.
"Pasca-ditetapkannya moratorium, terjadi penurunan kapal asing pelaku pencurian ikan dan jumlah komoditas ekspor di sisi lain industri pengolahan dalam negeri meningkat. Tetapi nilai tukar nelayan sebagai tolok ukur kemampuan ekonomi suatu nelayan lebih buruk dalam lima tahun terakhir," kata Suhana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (30/4).
Menurut dia, pemerintah pada saat ini dalam menetapkan suatu kebijakan dinilai terkesan tidak ada antisipasi atas dampak yang terjadi terkait kebijakan tersebut.
Kondisi ekonomi saat ini, lanjutnya, produksi nelayan saat ini berada titik impas tanpa ada keuntungan dan hal itu juga dapat merebak pengangguran karena nelayan tidak dapat melaut.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah untuk memperkuat organisasi dan koperasi nelayan, karena nanti nikmat suplai ikan yang tinggi dapat dinikmati oleh negara Indonesia serta memperbaiki tata kelola kelautan dan perikanan.
Tata kelola itu, ujar Suhana, harus berdasarkan data yang valid mengenai stok ikan yang akan menentukan antara lain jumlah ikan yang dapat ditangkap serta kapal yang diperbolehkan beroperasi.
Sebelumnya, KKP memutuskan untuk memperpanjang moratorium perizinan kapal eks-asing sebagai upaya untuk memperkuat pemberantasan pencurian ikan di wilayah perairan Republik Indonesia.
"Moratorium untuk kapal eks-asing berbobot 30 gross tonnage (GT) ke atas ditambah enam bulan lagi," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam rapat kerja dengan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Jakarta, Kamis (16/4).