Rabu 29 Apr 2015 14:30 WIB

Keuntungan Standard Chartered Jatuh 22 Persen pada Tahun 2015

Rep: c87/ Red: Satya Festiani
Standard Chartered Bank
Standard Chartered Bank

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Bank yang berbasis di Inggris, Standard Chartered telah membukukan penurunan laba sebelum pajak sebesar 22 persen menjadi 1,48 miliar dolar AS pada kuartal I-2015. Seperti keuntungan yang rendah, bank bergulat dengan peningkatan biaya.

Perusahaan berharap retribusi bank-nya dapat naik ke 540 juta dolar AS pada tahun 2015, naik 48 persen dibandingkan tahun lalu, dan ada spekulasi bank dapat memindahkan kantor pusatnya dari Inggris.

Tapi sementara HSBC telah meluncurkan ulasan formal terkait apakah harus menjaga kantor pusat di Inggris, Standard Chartered lebih hati-hati.

"Ini adalah sesuatu yang terus kita kaji. Pada titik ini tidak ada perubahan dalam posisi domisili kami," kata Direktur Keuangan Standard Chartered Andy Halford seperti dikutip BBC, Selasa (28/4).

Sementara, dia juga mengakui bahwa peningkatan retribusi cukup signifikan. "Ini bukan hal yang sederhana untuk dilakukan. Kebanyakan bisnis tetap berkedudukan di mana mereka berada dan ada alasan untuk itu," imbuhnya.

Retribusi bank di Inggris meningkat menjadi 0,21 persen dari 0,156 persen pada Anggaran. Standard Chartered telah melihat retribusi bank-nya telah meningkat signifikan selama dua tahun terakhir. Dimana pada tahun 2014 naik 56 persen menjadi 366 juta dolar AS.

Standard Chartered terus menghadapi pelambatan pertumbuhan di pasar negara berkembang, yang merupakan fokus bank, dan penurunan komoditas.

Standard Chartered kembali memotong kerugian bisnis di Korea Selatan dan bank berencana untuk membuat pemotongan yang sama di Hong Kong dan Cina.

"Kondisi perdagangan tetap menantang dan tindakan kita mengambil risiko, mengurangi biaya dan membangun modal mengalami dampak," kata Kepala Eksekutif demisioner Standard Chartered Peter Sands. Dia akan segera digantikan oleh mantan bankir JP Morgan Bill Winters pada bulan Juni.

Halford menambahkan, bank telah melakukan program pengurangan biaya, yang diharapkan menghemat biaya sebesar 1,8 miliar dolar AS selama tiga tahun ke depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement