REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Badan Urusan Logistik (Bulog) mengalami kendala dalam melakukan penyerapan beras petani yakni dari segi kualitas gabah dan harga. Makanya, menimbang proses penyerapan beras beserta kendalanya, capaian target yang ditetapkan tahun ini bukan 4,5 Juta ton, melainkan 2,75 Juta Ton.
"Kita untuk saat ini ada kendala di harga, situasi sekarang di lapangan, gabah yang terbesar kebanyakan kadar airnya lebih dari 14 persen, karena memang panen pertama ini hasil produksi Oktober-Maret musim hujan tinggi, jadi kadar air gabah juga tinggi," kata Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari kepada Republika, Ahad (26/4). Sementara, kadar air pada gabah di atas 15 persen artinya ridak memenuhi standar untuk diserap Bulog.
Adapun solusinya, lanjut dia, sebenarnya telah ada toleransi agar Bulog bisa menyerap beras petani untuk broken alias butir patah beras tapi tak ada toleransi untuk kadar air. Ini menjadi tidak matching dengan kondisi di lapangan di mana kadar air pada gabah yang tinggi lah yang kerap menghambat penyerapan.
Untuk beras broken, toleransi beras yang masuk di Bulog maksimal 20 persen kadar patahannya. Sementara beras patah dan utuh bergantung dari tingkat kekeringan gabah alias kadar airnya rendah. Sebenarnya pemerintah bisa mengupayakan solusi dengan menyediakan alat pengering gabah di mana Bulog saat ini tidak cukup punya infrastrukturnya di daerah yang supply-nya banyak.
"Waktu kunjungan di Lampung, Mentan sudah cukup tanggap dengan memberi alat pengering ke mitra kerja Bulog supaya bisa bantu mengeringkan untuk kemudian bisa kita serap," tuturnya.