REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bank Indonesia Provinsi Bali mencatat total transaksi uang elektronik di daerah ini mencapai Rp14,23 miliar dengan penerbitan kartu sebanyak 111 ribu selama tahun 2014.
"Penggunaan uang elektronik itu melonjak lebih dari 100 persen jika bandingkan tahun sebelumnya yang hanya terbit sekitar 54 ribu kartu," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali, Dewi Setyowati, Jumat (24/4).
Uang elektronik tersebut didukung oleh empat bank nasional yakni BRI dengan Brizzi, BCA dengan flazz, Bank Mandiri dengan e-money dan BNI dengan tap cash. Sedangkan Bank Pembangunan Daerah Bali juga memiliki e-money BPD Bali.
Bank sentral itu kini gencar menggelar sosialisasi gerakan non-tunai salah satunya dari kampus ke kampus yang menyasar generasi muda menggunakan uang elektronik itu.
Selain memberikan kemudahan untuk pencatatan transaksi, masyarakat juga bisa terhindar dari peredaran uang palsu, meminimalkan uang pecahan kecil dan faktor kebersihan dari uang lusuh.
"Mencetak uang kertas baru itu membutuhkan dana yang besar," katanya.
Dewi menjelaskan bahwa transaksi pembayaran non-tunai di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN. Padahal akhir Desember 2015, Indonesia sudah dihadapkan dengan pasar bebas atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Dari catatan bank sentral itu, masyarakat Tanah Air masih terfokus pada penggunaan transaksi tunai yang diperkirakan mencapai hingga 99,4 persen.
Persentase itu jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia sebesar 92,3 persen, Thailand (97,2 persen) dan bahkan Singapura (55,5 persen).
"Padahal transaksi non-tunai seperti kartu kredit dan debit serta uang elektronik itu lebih efisien dan terhindar dari risiko pencurian dan pemalsuan," katanya.