REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekan ini Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60. Puluhan kepala negara dan perwakilannya bertandang ke Bandung dan Jakarta guna menyukseskan KAA tersebut. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) berharap agar Indonesia dapat memelopori dan mendorong KAA menjadi blok baru kekuatan ekonomi global.
Hal tersebut diutarakan Ketua Umum Badan Pengurus Harian (BPH) Hipmi Bahlil Lahadalia di Jakarta hari ini, Senin (20/4).
"Menurut kami, KAA ini harus menjadi blok baru kekuatan ekonomi global selain hegemoni ekonomi dari barat saat ini. Kami yakin Pak Jokowi mampu menjadi pionir," ujar Bahlil, dalam siaran pers yang diterima Republika.
Bahlil mengatakan, KAA akan menjadi relevan bila diarahkan untuk mempertajam isu-isu perekonomian global yang semakin tidak adil dan hanya menguntungkan blok tertentu.
"Relevansinya disitu. Ada tatanan perekonomian global yang sistemnya menjadi kanalisasi aset-aset negara berkembang mengalir ke negara-negara maju yang menguasai kapital dan forum-forum ekonomi dunia dan lembaga-lembaga keuangan global," papar Bahlil.
Sebab itu, Bahlil meminta agar Indonesia mendorong KAA menjadi penyeimbang forum-forum dan lembaga-lembaga keuangan global yang telah disetir oleh negara-negara barat melalui lembaga-lembaga transnasional seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Bank Dunia (Word Bank), Dana Moneter Internasional (IMF), dan bank-bank regional seperti Bank Pembangunan Asia (ADB).
"Lembaga-lembaga ini kan terbukti tidak mampu memberikan daya saing dan stabilitas ekonomi bagi negara-negara berkembang baik di Asia maupun Afrika. Yang terjadi malah tidak tercipta kemandirian ekonomi di negara-negara Asia dan Afrika," lanjutnya.
Bahlil mengatakan, blok baru ini tidak bertujuan untuk merusak tatanan yang sudah ada. Namun, blok baru ini dapat menjadi pembanding dan altenatif sekaligus sebagai penyeimbang blok-blok ekonomi yang sudah ada.
Hipmi mengatakan, dalam blok ini, negara-negara di KAA dapat berbagi kebijakan dalam mengelolah sektor-sektor strategis seperti energi dan perdagangan. Saat ini, baik Asia maupun Afrika merupakan pemilik cadangan minyak dan gas terbesar dunia. Asia dan Afrika merupakan pasar terbesar dunia yang mencakup 7 5 persen dari populasi dunia.
"Hanya saja kontribusi negara AA di kawasan ini hanya sekitar 40 persen terhadap total GDP global."
Tak hanya itu, potensi lainnya yang dimiliki negara AA adalah kawasan kekuatan ekonomi global telah bergerak ke Asia yang ditandai dengan dominasi ekonomi China dan India.
"Abad ke-21 merupakan abadnya Asia yang senasib dengan Afrika. Hanya saja Asia jauh lebih maju. Abad ke-20 adalah abadnya Amerika, sedangkan abad ke-19 adalah abadnya Eropa," sambung Bahlil.
Bahlil mengatakan, meski India dan China menjadi negara-negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia dan Afrika, Indonesia lebih memiliki kekuatan historis dan tradisi dalam menggalang solidaritas negara-negara Asia Afrika.
“Kepemimpinan Indonesia sudah teruji dalam perjuangan politik melawan kolonialisme. Saya kira saat ini bisa diteruskan dengan kepemimpinan solidaritas kawasan di bidang perekonomian," tegasnya.