Jumat 17 Apr 2015 16:37 WIB

Pemerintah Perlu Mengeluarkan Kode HS untuk Batik

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Satya Festiani
Pedagang mengukur kain batik di salah satu pusat penjualan batik di Jakarta, Selasa (14/4). (Antara/M Agung Rajasa)
Pedagang mengukur kain batik di salah satu pusat penjualan batik di Jakarta, Selasa (14/4). (Antara/M Agung Rajasa)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, pemerintah sebaiknya bisa mengeluarkan kode Harmonize System (HS) tersendiri untuk batik. Pasalnya, selama ini kain motif batik yang masuk ke Indonesia tergabung dalam gelondongan kain printed lain dengan kode HS yang sama.

"Apabila pemerintah dan Bea Cukai bersedia, seharusnya bisa mengeluarkan kode HS tersendiri untuk batik," kata Ade kepada Republika, Jumat (17/4).

Ade mengatakan, usulan pengeluaran kode HS bisa disampaikan melalui National Heritage. Dengan adanya, HS khusus batik maka dapat melindungi kekayaan dan nilai budaya bangsa. Selain itu, apabila batik memiliki kode HS tersendiri maka volume impor dapat mudah dipantau.

"Impor batik ini tentu sangat merugikan pengrajin batik, namun sampai saat ini kita belum menghitung jumlah kerugiannya berapa," kata Ade.

Ade menjelaskan, HS merupakan standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk klasidikasi produk perdagangan, serta turunannya. Sistem ini dikelola oleh World Customs Organization (WCO) yang beranggotakan lebih dari 170 negara dan berpusat di Belgia.

Masing-masing negara dapat memperluas penambahan penomoran HS sesuai keperluannya. Pada umumnya penambahan penomoran HS pada tingkat urutan digit ke delapan atau sepuluh. Sementara itu, untuk daerah Asia Tenggara kebijakan atas penambahan nomenklatur barang masing-masing negara ada pada digit ke-9 dan 10.

"Kalau pemerintah membuat HS tersendiri untuk batik, paling tidak nantinya akan bertambah menjadi 12 digit," ujar Ade.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengimpor sebanyak 282,3 ton produk batik dari berbagai negara dengan nilai mencapai 5,2 miliar dolar AS pada 2013.

Impor terbesar berasal Tiongkok sebesar 136,8 ton, senilai 2,1 juta dolar AS. Setelah itu disusul oleh Italia yang mengirim produk batiknya ke Tanah Air sebesar 43,1 ton, senilai 937,6 ribu dolar AS. Negara lain mengekspor produk batiknya ke Indonesia adalah Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement