REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren surplus neraca perdagangan selama tiga bulan pertama diyakini tak berlanjut. Defisit mengancam pada kuartal kedua karena naiknya kebutuhan impor untuk kebutuhan lebaran dan pembangunan infrastruktur.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil tak menampik potensi terhentinya tren surplus neraca perdagangan. "Pasti akan terjadi (defisit). Karena kalau mau bangun infrastruktur kita perlu banyak impor barang modal," kata Sofyan di kantornya, Jumat (17/4).
Sofyan mengatakan pembangunan infrastruktur yang menjadi program prioritas pemerintah dipastikan dimulai pada kuartal kedua ini. Pada April ini, pembangunan infrastruktur sudah dalam tahap tender dan paling lambat terealisasi pada bulan depan.
Bagi mantan Menteri BUMN tersebut, untuk tidak masalah apabila terjadi defisit akibat impor barang modal untuk pembangunan infrastruktur. Sebab, defisit tersebut adalah defisit yang berkualitas.
"Dulu kan defisit kita besar karena impor BBM subsidi. Para pelaku pasar kan melihat kualitas defisit, bukan semata persoalan jumlahnya," ujar dia.
Meski begitu, tegas Sofyan, bukan berarti pemerintah akan terus mengandalkan barang impor. Sofyan mengatakan pemerintah sangat komitmen untuk menyiapkan industri subsitusi impor guna mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang dari luar negeri.
Pemerintah akan terus mencoba meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri. "Contohnya boiler. Boiler yang 50 mw itu sekarang kan harus dari dalam negeri. Nah, nanti misalnya bisa dinaikkan menjadi 200 mw," kata dia.
Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia selama Januari-Maret 2015 selalu mengali surplus. Pada Januari, neraca perdagangan surplus 709,3 juta dolar AS, Februari 740 juta dolar AS, sedangkan Maret 1,13 miliar dolar AS.