Jumat 17 Apr 2015 14:23 WIB

Kemendag Atur Tata Niaga Impor Tekstil Batik

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Pedagang mengukur kain batik di salah satu pusat penjualan batik di Jakarta, Selasa (14/4). (Antara/M Agung Rajasa)
Pedagang mengukur kain batik di salah satu pusat penjualan batik di Jakarta, Selasa (14/4). (Antara/M Agung Rajasa)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Impor Kementerian Perdagangan Thamrin Latuconsina mengatakan, pemerintah tidak melarang adanya impor tekstil bermotif batik, melainkan melakukan tata niaga yang tepat agar produk tersebut tidak membanjir di Indonesia. Ketentuan tata niaga tersebut sedang di bahas lebih lanjut antar kementerian dan lembaga terkait.

"Bukan melarang, melainkan ditataniagakan dengan menggunakan sejumlah instrumen," ujar Thamrin kepada Republika Online, Jumat (17/4).

Thamrin mengatakan, instrumen yang digunakan dalam tata niaga tersebut yakni setiap importir wajib mendapatkan pengakuan sebagai IT TPT Bermotif Batik, dan wajib mendapatkan persetujuan impor. Selain itu importir juga wajib melakukan verifikasi di pelabuhan bongkar muat barang.  

"Untuk pengawasan, kami bekerjasama dengan bea cuka yang menjaga semua pintu pelabuhan," kata Thamrin.

Pengaturan tata niaga ini bertujuan melindungi produk berbasis budaya dan industri di Tanah Air. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)mencatat Indonesia mengimpor sebanyak 282,3 ton produk batik dari berbagai negara dengan nilai mencapai 5,2 miliar dolar AS pada 2013.

Impor terbesar berasal Tiongkok sebesar 136,8 ton, senilai 2,1 juta dolar AS. Setelah itu disusul oleh Italia yang mengirim produk batiknya ke Tanah Air sebesar 43,1 ton, senilai 937,6 ribu dolar AS. Negara lain mengekspor produk batiknya ke Indonesia adalah Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement