Selasa 14 Apr 2015 20:15 WIB

BI Rate Tetap, Pengamat: BI Akomodasi Gejolak Eksternal

Rep: c87/ Red: Satya Festiani
Karyawan melintas di Lobby Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (14/4).  (Prayogi/Republika)
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan melintas di Lobby Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (14/4). (Prayogi/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 7,5 persen. Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Ecomonics and Finance (Indef) Eko Listyanto mengatakan, sangat wajar suku bunga dipertahankan di level 7,5 persen.

Menurutnya, BI mempertimbangkan beberapa hal, seperti ada sedikit inflasi pada Maret walaupun nilainya masih terkendali. Selain itu, faktor dalam negeri seperti dirilisnya potensi pertumbuhan kredit yang lebih tinggi pada kuartal II 2015 karena meningkatnya kegiatan dunia usaha pada kuartal II.

“Ini mungkin win win solution antara stabilisasi untuk mencegah dana asing tidak eluar, dan mengantisipasi dinamika internasional yang bergejolak. Ini pilihan moderat untuk lebih menjaga keseimbangan dari sisi pasar uang dan sektor riil yang diharapkan kuartal II tumbuh lebih bagus,” jelas Eko saat dihubungi Republika, Selasa (14/4).

Dia menilai, ekspekstasi dari pelaku usaha dan dunia perbankan harus di-support dengan suku bunga yang menarik. Jika pilihannya menaikkan BI rate suku bunga akan naik. Sehingga potensi untuk tumbuh seperti ekpektasi baik di dunia usaha atau perbankan tidak akan optima. Sebab, dunia usaha ada gambaran kuartal II-2015 akan ada peningkatan dan dari sisi penyaluran kredit diperkirakan tumbuh lebih tinggi.

“Saya rasa pilihan cukup rasional dipertahankan, kalau pilihan dipertahankan risiko nilai tukar rupiah bisa tergoncang lagi, bagaimanapun valas yang kita perlukan cukup besar, jadi kalau tiba-tiba keluar karena suku bunga tidak menarik akan menjadi shock di perekonomian,” imbuhnya.

Menurutnya, dengan mempertahankan suku bunga di level 7,5 persen, BI lebih menenangkan pasar. Selain itu, mengakomodasi gejolak eksternal namun tidak melupakan  potensi ekonomi yang meningkat di kuartal II. Meskipun, dunia usaha menginginkan BI rate turun, tapi jika suku bunga diturunkan akan berdampak terhadap nilai tukar rupiah.

Di samping itu, pada Maret, cadangan devisa telah digunakan sekitar 4 miliar dolar AS salah satunya untuk operasi moneter. Sementara, surplus neraca perdagangan di bawah 1 miliar dolar AS. Sehingga jika BI rate diturunkan dan rupiah bergejolak, otoritas moneter tidak mungkin menggunakan cadev terus-menerus untuk operasi moneter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement