Senin 13 Apr 2015 23:36 WIB

Pertamina dan ESDM Diminta Perhatikan Pegawai di Blok Mahakam

Rep: C84/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Instalasi pengolahan migas yang dioperasikan Total E&P Indonesie di Mahakam, Kab. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Instalasi pengolahan migas yang dioperasikan Total E&P Indonesie di Mahakam, Kab. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Minyak dan Gas (Migas)Andang Bachtiar mempertanyakan sikap pemerintah jika kembali membuka negoisasi dengan Total E&P Indonesie maupun Inpex Corporation dalam pengelolaan Blok Mahakam.

"Kalau sudah siap kenapa masih membutuhkan Total dan Inpex?" tanyanya, dalam sebuah seminar yang digelar di Hotel Santika Premiere, Jakarta Barat, Senin (13/4).

Ia mengatakan, jika dari sisi sumber daya manusia (sdm), teknologi, dan modal, sejatinya tidak ada masalah. Teknologi yang saat ini digunakan Total dalam mengelola Blok Mahakam, nantinya akan menjadi milik Indonesia sepenuhnya dan Pertamina dapat memanfaatkannya.

Jika berbicara dari sisi modal, ia melanjutkan selama masih memiliki aset hal ini tidak akan menjadi masalah. Ia justru mengkhawatirkan dari sektor SDM. Ia mencotohkan apabila 500 orang keluar dan memutuskan bekerja di luar negeri semisal Qatar, maka hal tersebut akan menjadi sebuah masalah meskipun pada saat yang bersamaan Pertamina melakukan rekruitmen pekerja baru, namun tetap saja akan membutuhkan waktu.

"Pesan buat Pertamina dan ESDM, perhatikan pegawai disana. Satu divisi semisal pergi ke Qatar, akan menjadi masalah."

Meski begitu, ia yakin, para pekerja blok mahakam yang sekitar 90 persen lebih adalah warga negara Indonesia (WNI) mau untuk melanjutkan bekerja disana, dengan catatan adanya perhatian dari pemerintah.

Ia juga menyarankan adanya perombakan dalam SKK migas yang saat ini ikatan Indonesia seperti tersandera di rumahnya sendiri.

"Kita akan berhadapan dengan 23 kontrak yang akan habis lima tahun ke depan," lanjutnya.

Ia menambahkan, bahwasanya ketahanan energi nasional dibangun dari ketahanan energi daerah. Sedangkan yang terjadi, gas yang ada di Kalimantan Timur justru digunakan untuk menerangi wilayah di Jepang, dan yang terjadi di Kaltim justru sebaliknya. Terkait adanya keterlibatan Total pasca 2017 mendatang, ia menyarankan adanya pertukaran (swap) dengan Pertamina.

"Total diberi 15 persen blok di Indonesia, Pertamina juga diberi 15 persen blok milik Total semisal di Afrika," saran Andang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement