REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Organisasi Kerja sama Islam (OIC) menetapkan anggotanya agar memiliki bank wakaf untuk pembiayaan usaha mikro. Meski begitu, bank wakaf juga memerlukan mitigasi risiko.
Dalam kuliah umumnya di forum Dewan Pengawas Jasa Keuangan Islam (IFSB), peneliti keuangan Islam University of New Orleans, AS, M Kabir Hassan mengatakan, dalam konferensi OIC pada 2013 salah satu keputusannya adalah anggota OIC harus punya bank wakaf. Sumber dananya dari wakaf untuk membiayai usaha mikro.
'' Tujuan bagus dan ide bank wakaf bagus. Tapi,harus dipikirkan risikonya, high risk high return,'' kata Hassan, Kamis (9/4).
Bank wakaf ini juga harus bisa memitigasi potensi kegagalan usaha mikro yang dibiayai.
Hassan menyebut, di AS sembilan dari 10 usaha pasti mengalami kegagalan. Wakaf yang diberikan pasti diinginkan pemberinya bisa berdaya guna.
Skim pembiayaan usaha mikor harus dipastikan dana dasar wakaf tidak boleh habis dan bisa berkelanjutan.
Dalam kesempatan terpisah di Rapat Kerja Masyarakat Ekonomi Syariah, Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia Mustafa Edwin Nasution membenarkan bahwa BWI mengkaji pendirian bank wakaf di Indonesia yang modalnya dari wakaf uang. Sistem bagi hasil tetap ada tapi tidak ada patokan.
''Bank wakaf hanya pastikan uang kembali. Kalau ada untung, alhamdulillah,'' kata Mustafa.
Mengenai pengawasan potensi tidak amanahnya penerima pembiayaan bank wakaf, Mustafa mengatakan itu yang harus dijaga. Sebab bank ini tidak mencari untung.
Jika cara konvensional ada agunan sebagai jaminan pembiayaan, bank wakaf menggunakan pendekatan berbeda lewat nilai-nilai agama.
Ditanya soal dukungan regulator, ia mengatakan dukungan lisan sudah ada. Tapi,yang dibutuhkan bukan itu, melainkan aksi nyata.