Rabu 01 Apr 2015 19:01 WIB

YLKI: Harga BBM Diserahkan ke Pasar, Apa Peran Negara?

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Massa dari Aliansi Mahasiswa Unpad menduduki kendaraan pengangkut BBM Pertamina yang melintas ketika melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Sumedang, Jabar, Senin (30/3). (Antara/Fahrul Jayadiputra)
Massa dari Aliansi Mahasiswa Unpad menduduki kendaraan pengangkut BBM Pertamina yang melintas ketika melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Sumedang, Jabar, Senin (30/3). (Antara/Fahrul Jayadiputra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik keputusan pemerintah presiden Joko Widodo yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena menyerahkannya ke mekanisme pasar. YLKI mempertanyakan peran negara dalam hal ini.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo mengatakan, seharusnya pemerintah bertugas mengatur harga komoditas strategis yang digunakan rakyat Indonesia sehari-hari. Seperti harga bahan bakar minyak (BBM), listrik, gas, pangan, hingga air.

Bahkan, kata dia, sudah ada amanat undang-undang mengenai masalah migas diatur pemerintah diperkuat Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, negara absen dalam gejolak harga bahan bakar. “Harga BBM justru diserahkan ke pasar, lalu peran negara apa?enak amat jadi pejabat, ini tidak adil karena diserahkan ke konsumen,” katanya saat konferensi pers YLKI mengenai kenaikan harga BBM, di Jakarta, Rabu (1/4).

Menurutnya, negara memiliki kepentingan dan harus mengatur mengenai persoalan ini. YLKI menyayangkan kebijakan pemerintah Joko Widodo yang mencabut subsidi BBM. Pihaknya hanya setuju kebijakan mengurangi subsidi BBM.

Ketika harga minyak mentah turun naik atau nilai tukar rupiah melemah maka itulah negara memiliki fungsi stabilisasi dengan memberikan subsidi. YLKI menganalisis, kenaikan harga BBM sebesar Rp 500 per liter per Sabtu (28/3) kemarin akibat menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.

Akibatnya, kata dia, harga transportasi umum juga mengalami kenaikan sepihak, terutama angkutan dalam kota. Pihaknya juga mempersoalkan distribusi BBM yang tidak merata. Ia menjelaskan, wilayah di luar Pulau Jawa seperti Mataram dan Manado, Sulawesi Utara, mengalami persoalan ketersediaan BBM.

Ini tidak lepas dari kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mengenai distribusi. “Semestinya pemerintah memperhatikan aspek pemerataan dan mengeluarkan kebijakan sistem zona. Kalau ada SPBU asing yang ingin membuka cabang di Indonesia ya tawarkan ke luar Pulau Jawa, jangan menumpuk di Jakarta,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement