REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di penghujung 2015 menuntut Indonesia melakukan penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang andal dan berkapasitas baik, di samping juga harus punya produk yang berkualitas baik dan berdaya saing.
Sebab menurut Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) 49 Boedhi Setiadji, MEA akan memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.
"Persaingan tenaga kerja akan makin tinggi ketika MEA datang," katanya.
Persaingan tersebut, kata dia, terutama pada profesi kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, otomotif, pengacara dan lainnya. Menurutnya, persaingan mendapatkan pekerjaan bukan saja terjadi diantara sesama Bangsa lndonesia tapi juga sudah sengit di antara Negara ASEAN.
Berdasarkan catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, terdapat sejumlah jabatan yang tidak boleh dijabat oleh orang asing dalam hukum Indonesia yang kemudian menjadi boleh ketika MEA tiba.
Jabatan tersebut di antaranya Direktur Personalia, Manajer HI, Manajer Personalia, Supervisor (Spv) Pengembangan Personalia, Spv Perekrutan Personalia, SpV Penempatan Personalia, Spv Pembinaan Karir Pegawai, Penata Usaha Personalia, Kepala Executive Kantor, Ahli Pengembangan Personalia dan Karir, Spesialis Personalia, Penasehat Karir ,Penasehat Tenaga Kerja, Pembimbing dan Konseiling Jabaran, Perantara Tenaga Kerja, Pengadministrasi Pelatihan Pegawai, Pewawancara Pegawai, Analis Jabatan, serta Penyelenggara Keselamatan Kerja.
Melihat hal itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Tenaga Kerja Benny Soetrisno mempertanyakan apakah semua jenis jabatan profesi kerja tersebut sudah aman dari ancaman MEA, sehingga tenaga kerja Indonesia tak kalah saing.
Dikatakannya, setiap perusahaan sebagai organisasi yang terus bertumbuh dituntut untuk mampu mengikuti dinamika perubahan menghadapi pasar bebas ASEAN. "Perusahaan harus mampu menjaga agar sistem manajemen SDM tetap berfungsi agar pelayanan jasa betul-betul bisa memberikan nilai tambah bagi organisasi," tuturnya.
Adapun langkahnya, perusahaan dapat fokus pada pembangunan usaha yang tajam, pelayanan yang terintegrasi, dan fungsi serta sistem manajemen SDM yang berkualitas. Tak kalah penting yakni peninjauan ulang untuk mempertajam praktek-praktek fungsi SDM yang sekarang berlaku.
Di sisi lain, perusahaan pun harus patuh pada hukum ketenagakerjaan yang berlaku.
"Kita juga harapkan agar perusahaan-perusahaan pun lebih siap menghadapi penyesuaian, misalnya dengan merancang smart strategic planning dalam bidang SDM untuk mendukung produktivitas," tandasnya.