REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak salah satunya dipicu naiknya harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP).
"Januari sampai Maret 2015 ada tren kenaikan dari 45,3 dolar per barel menjadi 53,76 dolar per barel," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (31/3) malam WIB.
Menurut dia, tren ICP dan harga BBM di pasar internasional (MOPS) relatif menurun dari 108,95 dolar per barel pada Juni 2014 menjadi 45,3 dolar per barel pada Januari 2015, namun mengalami rebound menjadi 54,32 dolar per barel pada Februari.
Faktor lain yang mempengaruhi naiknya harga BBM yaitu melemahnya kurs rupiah dari asumsi semula Rp 12.500 menjadi Rp 13.021 per dolar pada 30 Maret 2015. Karena kedua faktor tersebut, harga keekonomian premium, solar, dan BBM jenis lain mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu Rp 7.900 dari semula Rp 6.900 per liter untuk premium dan Rp 7.900 dari semula Rp 6.900 per liter untuk solar.
"Tapi untuk melindungi sektor riil kami lakukan penyesuaian sehingga harga premium (penugasan) kami putuskan Rp 7.300 dan solar Rp 6.900," ujarnya.
Untuk menutup selisih antara harga keekonomian premium dengan harga yang ditetapkan pemerintah, pihaknya telah menginstruksikan PT Pertamina (Persero) untuk menginventarisasi untung dan rugi yang diakibatkan penetapan harga BBM per bulan sehingga pada akhir tahun mendatang dapat dilihat apakah BUMN tersebut mendapat untung atau merugi.
Sedangkan untuk solar, selisihnya ditutup dengan subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp1.000 per liter. "Tujuannya agar masyarakat tetap bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa terbebani kenaikan harga BBM yang tinggi," katanya.
Dalam rapat tersebut, Plt Dirjen Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja mengatakan bahwa untuk sementara selisih harga premium akan ditanggung oleh Pertamina. "Jadi dalam setahun dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nanti di akhir tahun kami harapkan akan sama plus dan minusnya," tuturnya.
Menurut dia, kebijakan tersebut tidak berati merugikan Pertamina karena setiap penetapan harga belum tentu ada minus (kekurangan).
"Contohnya pada periode 1 Feburari-1 Maret lalu kan ada plus (keuntungan) Rp1 per liter, ya (kebijakan) kali ini sih memang membebani tapi bulan-bulan ke depan kan belum tentu, nanti plus dan minusnya akan diseimbangkan," tuturnya.
Pemerintah per 28 Maret 2015 menetapkan harga premium di luar Jawa-Bali menjadi Rp 7.300 dari sebelumnya Rp 6.800 per liter, solar subsidi menjadi Rp 6.900 dari sebelumnya Rp 6.400 per liter, dan premium nonsubsidi di wilayah Jawa, Madura, Bali menjadi Rp 7.400 dari sebelumnya Rp 6.900 per liter.