Jumat 27 Mar 2015 21:36 WIB

Raskin Bau dan Berkutu, Ini Penjelasan Dirut Bulog

Rep: c84/ Red: Maman Sudiaman
Pekerja mengangkut beras miskin (raskin) untuk didistribusikan ke warga (ilustrasi).
Foto: Antara/Aco Ahmad
Pekerja mengangkut beras miskin (raskin) untuk didistribusikan ke warga (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterbatasan. Itulah kata yang tepat untuk menjelaskan perihal buruknya kualitas sejumlah beras miskin (raskin) yang diberikan kepada masyarakat. Seperti yang dikemukakan Direktur Utama Perum Bulog, Lenny Sugihat perihal banyaknya raskin dengan kualitas yang tidak bagus. Semisal adanya kutu dan bau.

Lenny mengatakan infratruktur jadi kendala utama bagi Bulog dalam memberikan kualitas raskin yang baik kepada masyarakat. "Keluhan tentang raskin berkutu dan apek itu kami akui adanya. Tapi, sungguh tidak ada niat dari Bulog seperti itu," ujar Lenny.di Kantor KAHMI, Jalan Turi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/3),

Baca Juga

Mengatasi persoalan beras berkutu, ia katakan bisa diantisipasi dengan melakukan penyemprotan menggunakan bahan kimia yang akan membuat mati seluruh kutu yang ada di beras. Namun, ia tegaskan Bulog tidak akan melakukan hal tersebut lantaran adanya peraturan dari pemerintah yang melarang tindakan tersebut.

Rendahnya kualitas Bulog ketimbang beras-beras yang dikeluarkan perusahaan swasta dinilai karena proses penggilingan dan pengolahan beras yang dilakukan Bulog masih bersifat tradisional.

Selain itu, proses pendistribusian raskin kepada 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) dengan harga yang sama yakni Rp 1.600/kg juga dinilai menjadi permasalahan lain yang menjangkiti Bulog.

"Tanggung jawab Bulog hanya sampai titik distribusi, bukan ke rumah tangga sasaran (RTS)," lanjutnya.

RTS, lanjutnya merupakan tugas dari pemerintah daerah. Terkait tidak adanya raskin yang diberikan pada November dan Desember tahun lalu, Lenny mengatakan hal itu terjadi lantaran alokasi raskin sudah dikeluarkan pada Maret tahun lalu. Bulog, tegasnya, tidak punya kewenangan khusus dalam mengeluarkan raskin atau dengan kata lain hanya menunggu intruksi.

"Walaupun di gudang ada 2 juta ton beras tetap saja tidak bisa kita keluarkan apabila belum ada intruksi," sambung Lenny.

Untuk itu, ia mengatakan Bulog terus melakukan koordinasi dengan Menteri Sosial dan Pemda terkait alokasi raskin. Ia menilai masih ada beberapa daerah yang tidak siap mengalokasikan APBD-nya untuk distribusi raskin di daerahnya. Selain itu, masalah lain atas lambatnya distribus raskin lantara adanya verifikasi data yang harus dilakukan.

"Ini masalah komunikasi saja bukan karena tidak ada berasnya. Ibu Mensos katakan verifikasi dan distribusi tetap dilakukan," paparnya.

Lenny menambahkan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dimiliki pemerintah belum mencapai angka ideal CBP suatu negara yang ditetapkan oleh Badan Pangan Dunia (FAO). FAO, kata Lenny, menyampaikan angka ideal CBP suatu negara itu haruslah mencapai 1,5 juta hingga 1,8 juta ton. Untuk mencapai angka tersebut, Lenny mengatakan dibutuhkan dana sekitar Rp 16 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement