REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian & Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Didik J. Rachbini mengatakan, Indonesia memiliki potensi untuk mencapai kedaulatan pangaan. Akan tetapi, sampai saat ini kondisi ketahanan pangan Indonesia masih rapuh karena tidak ada langkah kebijakan konkret yang mendorong program tersebut.
"Ketahanan pangan merupakan pertaruhan pemerintah, di beberapa negara ketika harga pangan naik maka pemerintahan akan jatuh karena orang miskin protes," ujar Didik di Jakarta, Jumat (27/3).
Menurut Didik, ketahanan pangan tidak harus selalu menyangkut swasembada pangan. Bisa saja impor dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri tidak mencukupi. Namun, pemerintah juga harus konsisten kebijakan yang dikeluarkan untuk mendorong produksi pangan di dalam negeri dan memberikan insentif bagi petani.
"Impor itu gak haram, kita gak usah merasa gagah tidak butuh impor padahal stok di dalam negeri gak cukup, program ketahanan pangan ini harus disusun dengan cermat," ujar Didik.
Didik mengatakan, indeks keamanan pangan Indonesia masih sangat rendah yakni berada di peringkat ke-72 dari 109 negara dengan skor 46,5. Posisi Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Mesir, dan Vietnam. Menurut Didik, Vietnam pernah belajar mengenai ketahanan pangan dari Indonesia. Namun justru, Indonesia saat ini tertinggal dari Vietnam.
Dengan demikian, pemerintah perlu merealisasikan program yang berkaitan dengan pengembangan komoditas tanaman pangan. Realisasi program tersebut harus disertai dengan pembangunan infrastruktur penunjang seperti irigasi, jalan, dan rantai pemasaran yang pendek.
"Pemerintah tidak boleh main-main dengan kebijakan pangan dan kita sudah pernah punya pengalaman ketahanan pangan selama puluhan tahun, seharusnya pemerintah tahu cara mengendalikan harga saat musim paceklik maupun musim panen," ujar Didik.