REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto mengakui memang ada penurunan jumlah uang rupiah yang beredar. Ia menduga, ada kemungkinan itu karena dampak mesin pencetak uang rusak.
"Itu kalau dilihat dari data perkembangan uang primer yang berupa uang kertas dan logam yang diedarkan BI," tulisnya dalam pesan singkat kepada ROL, Selasa (24/3).
Ia mengatakan, penurunan uang memang terjadi dari Januari hingga Februari 2015. Penurunan itu berkisar dari 472,3 triliun ke angka 465,61 triliun.
Terkait dengan melemahnya nilai tukar, Eko membantah penurunan jumlah peredaran uang berhubungan dengan merosotnya rupiah terhadap dolar. Depresiasi rupiah, terjadi karena ketersediaan dolar di pasar uang dalam negeri lebih kecil dari permintaannya.
Itulah yang mempengaruhi bukan karena kelangkaan rupah. Karena itu, untuk mendapat nilai tukar dolar yang sama maka harus mengeluarkan uang rupiah yang lebih besar.