Selasa 24 Mar 2015 00:12 WIB

Indonesia Harus Kembangkan Basis Ekspor Baru

 Pekerja memeriksa mobil-mobil yang siap di ekspor melalui pelabuhan Tanjung Priok Car Terminal, Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja memeriksa mobil-mobil yang siap di ekspor melalui pelabuhan Tanjung Priok Car Terminal, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembangunan Asia (ADB) mengingatkan Indonesia agar menciptakan basis pertumbuhan ekspor yang baru sebagai upaya antisipasi mengatasi perlemahan harga komoditas di tingkat global dan mendorong perekonomian tumbuh tinggi.

"Indonesia memerlukan sumber pertumbuhan ekspor baru untuk mencapai kembali ekspansi pertumbuhan ekonomi diatas enam persen," kata Deputi Direktur Wilayah ADB untuk Indonesia Edimon Ginting dalam pemaparan di Jakarta, Selasa (24/3).

Edimon menjelaskan selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia diatas enam persen, selalu didukung oleh ekspor komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit (CPO). Namun, harga berbagai komoditas tersebut di pasar internasional sedang mengalami penurunan.

Untuk itu, pemerintah harus melakukan reformasi dan mencari sumber ekspor baru, salah satunya dari sektor manufaktur berorientasi ekspor yang berpotensi memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

"Membangun basis ekspor yang baru, salah satunya dari manufaktur berbasis ekspor, bisa lebih stabil menyumbang kontribusi dalam pertumbuhan daripada komoditas yang harganya mudah berubah. Selain itu sektor ini bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak," ujar Edimon.

Namun, ia mengakui pengembangan industri manufaktur di Indonesia masih terkendala oleh berbagai faktor, antara lain sarana infrastruktur kurang memadai, ketidakpastian aturan, dan biaya logistik yang tinggi. "Di Indonesia, manufaktur sangat bergantung pada impor bahan mentah dan produk setengah jadi, sehingga diperlukan pelabuhan yang berfungsi baik dan logistik yang efisien. Tapi, saat ini biaya logistik relatif tinggi dan pelabuhan kurang memadai karena kurangnya investasi pada infrastruktur," tuturnya.

Edimon melihat pemerintah sudah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi pada skema belanja subsidi energi, sehingga ada tambahan dana untuk investasi pada infrastruktur pelabuhan dan transportasi serta membenahi layanan perizinan satu pintu.

Dalam jangka panjang, pengembangan sektor manufaktur masih diuntungkan oleh tingkat inflasi yang masih rendah sehingga ongkos pembiayaan tetap kompetitif, infrastruktur konektivitas lebih efisien dan penetapan upah bisa didasarkan pada produktivitas.

Selain itu, mendorong pertumbuhan industri manufaktur pada saat ini dapat mempercepat reformasi dalam bidang pendidikan serta pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja, agar kualitas sumber daya manusia tetap terjaga.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement