REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Total utang pemerintah pusat hingga Februari 2015 tercatat Rp 2.744 triliun. Jumlah tersebut naik Rp 42 triliun dari posisi Januari 2015 yang sebesar Rp 2.702 triliun.
Pengamat ekonomi dari Institute Development for Economics and Finance (Indef) Eko Listianto melihat memang terjadi lonjakan penarikan utang pemerintah di awal tahun. Padahal biasanya, eksekusi penarikan utang dilakukan secara masif pada pertengahan tahun.
Bagi Eko, kenaikan utang pada awal tahun ini tidak masalah. Asalkan pemerintah benar-benar menggunakan uang hasil penarikan utang tersebut untuk kegiatan produktif seperti pembangunan infrastruktur.
"Penarikan utang dalam jumlah besar di awal tahun ini semoga saja karena motivasinya untuk mempercepat pembangunan yang salah satunya dibiayai melalui utang," kata Eko kepada Republika, Selasa (24/3).
Meski begitu, Eko berharap pemerintah dapat membuat roadmap untuk mengurangi bahkan melunasi utang. Maklum, dari tahun ke tahun nominal utang pemerintah terus bertambah walaupun rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto cenderung menurun.
"Misalnya membuat roadmap jangka menengah dengan memasang target penurunan rasio utang," ujarnya.
Bagaimanapun, kata dia, pemerintah harus benar-benar bijak dalam penarikan utang. Apalagi, tingkat suku bunga dalam negeri cukup tinggi. "Ini akan semakin memberatkan Indonesia pada periode-periode berikutnya ketika harus membayar pokok dan bunga utang," katanya.